GELORA.CO - Bambang Tri Mulyono mengungkap alasan menggugat Presiden Jokowi ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait ijazah palsu yang digunakan saat pencapresan tahun 2019 lalu.
Dia menyebut, gugatannya ini demi bangsa Indonesia bukan kepentingan pribadi. Sebab, menurutnya, saat ini Indonesia dalam keadaan berbahaya di bawah kepemimpinan Jokowi.
Penulis buku Jokowi Undercover ini menganalogikan bahwa Indonesia itu bagaikan kapal yang pimpin oleh nakhoda yang tak mempunyai ijazah perlayaran.
"Ibarat kapal, kita ini dipimpin oleh nakhoda yang tidak punya ijazah pelayaran," ucap Bambang Tri dalam konferensi pers, Selasa (4/10/2022).
"Jadi kita tidak tahu apakah menabrak karang, apakah akan keliru arah, akan mendarat di pulau setan, dan sebagainya kita tidak tahu," imbuhnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, dirinya akan tetap menduga Presiden Jokowi bersalah menggunakan ijazah palsu hingga terbukti sebaliknya. Artinya, Jokowi harus membuktikan dugaan Bambang Tri tidak benar melalui Pengadilan.
Dia pun mengatakan alasan menggugat Jokowi adalah agar ada pembuktian apakah mantan Wali Kota Solo itu bersalah atau tidak.
"Lebih baik ini dibuktikan bahwa Pak Jokowi tidak bersalah daripada tidak ada pembuktian, tetapi kita tidak tahu apa yang sesungguhnya terjadi," ungkap Bambang Tri.
Sebelumnya, Bambang Tri menggugat Presiden Jokowi karena diduga telah memalsukan ijazah SD, SMP, dan SMA saat proses pemilihan presiden tahun 2019 lalu.
Gugatan telah terdaftar pada Senin (3/10/2022) dengan nomor perkara 592/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. Klasifikasi perkara adalah perbuatan melawan hukum.
Dalam petitumnya, Bambang Tri meminta PN Jakarta Pusat menyatakan Presiden Jokowi telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) karena membuat keterangan palsu berupa ijazah SD, SMP, dan SMA atas nama Joko Widodo.
"Menerima dan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya," tulis poin pertama petitum penggugat dilansir dari situs Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakpus, dikutip Rabu (5/10).
Selain Jokowi, Bambang Tri juga menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai tergugat II, MPR (tergugat III), dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (tergugat IV).
Sumber: populis