PB PMII Ingatkan Bamsoet PPHN Bukan Sekadar Proyek Politik

PB PMII Ingatkan Bamsoet PPHN Bukan Sekadar Proyek Politik

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Setelah Undang Undang Ibu Kota Negara disahkan, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mewacanakan pentingnya menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Tujuannya, untuk menguatkan sisi politik atas proses pembangunan IKN di Kalimantan Timur.

Politisi yang karib disapa Bamsoet itu mengatakan, jika hanya mengandalkan UU yang menjadi objek legislatif review di DPR serta judicial review di Mahkamah Konstitusi, pembangunan IKN sangat rawan terhenti di tengah jalan. Baik karena alasan politis maupun alasan lainnya.

Merespons hal itu, Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) mengingatkan Ketua MPR RI bahwa dibentuknya PPHN bukan sekadar proyek politik.

Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjend) PB PMII Robiatul Adawiyah mengatakan, PPHN harus merujuk pada zaman. Kata aktivis yang karib disapa Wiwik ini, konsep PPHN konsep harus spesifik, konkret dan tidak boleh abai terhadap dinamika dunia modern.

“Misal sebelumnya kita sudah punya Garis Besar Haluan Negara (GBHN), yang secara substansial merupakan naskah pidato Presiden Soekarno pada 17 Agustus 1959, atau yang biasa dikenal sebagai Manifesto Politik Indonesia (Manipol) berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita, di dalamnya berisi tujuan yang sesuai namanya, 'garis besar'. Kini PPHN jangan cuma mengadopsi saja, harus termuat tujuan jangka-pendek dan tujuan jangka-panjang,” jelas Wiwik kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu siang (30/1).

Mantan Ketua Cabang PMII Jakarta Timur ini menjelaskan, dalam merumuskan tujuan jangka-pendek, harus mengedepankan program-program Kabinet Kerja yang berkaitan dengan sandang pangan, keamanan, serta melanjutkan perjuangan antiimperialisme.

Sementara tujuan jangka panjangnya, ditambahkan Wiwik, harus fokus terhadap pencapaian masyarakat yang adil dan makmur, terlaksananya Pendidikan yang berkualitas, dan mencapai dasar-dasar perdamaian dunia yang kekal dan abadi.

Di lain sisi, Aktivis asli Jakarta ini menyarankan, proses penyusunan PPHN melihat latar belakang filosofis, sosiologis, antropologis, dan historis dalam mempertimbangkan perumusan yuridis.

“Dalam penyusunannya, nilai-nilai dan norma dasar yang hidup dalam masyarakat dan dalam praktik penyelenggaraan negara harus turut mempengaruhi perumusan suatu norma ke dalam naskah yuridis, karena itu akan memberi pengaruh terhadap seluruh sistem dan konstitusi kita,” pungkas Wiwi.[rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita