Gatot Nurmantyo Blak-blakan Bicara Kasus Dugaan Korupsi Heli AW 101

Gatot Nurmantyo Blak-blakan Bicara Kasus Dugaan Korupsi Heli AW 101

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -  Kasus dugaan korupsi pembelian Helikopter AW 101 dibuka blak-blakan oleh mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo.

Gatot menjelaskan, pembahasan mengenai rencana pembelian Heli AW 101 berawal dari Sidang Kabinet medio 2016. Dalam sidang tersebut, turut hadir Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden saat itu Jusuf Kalla dan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU), Marsekal Agus Supriatna.

Pada Sidang Kabinet tersebut, KSAU merencanakan pembelian Helikopter VVIP Airbus AW 101.

"Dari hasil diskusi, yang pertama kali menyampaikan Wapres Jusuf Kalla bahwa Heli ini terlalu mahal," kata Gatot Nurmantyo dikutip dari kanal YouTube Refly Harun, Rabu (5/1).

Alasan kedua, Heli AW 101 merupakan heli yang batal dibeli India dan dikembalikan ke Airbus. Heli AW 101 sendiri akan diperuntukkan presiden dan wakil presiden yang selama ini memakai Heli Puma.

"Ditegaskan lagi oleh Presiden, Presiden tidak menghendaki, bahwa 'jangan beli Heli VVIP'. Akhirnya presiden mengatakan batal, harganya terlalu mahal," kata Gatot.

Saat itu, kata Gatot, Heli AW 101 dipatok sekitar Rp 700-an miliar satu buah. Harga itu lebih tinggi dari harga yang dibeli India sekitar Rp 560 miliar.

"Berdasarkan sidang kabinet tersebut, saya menulis surat ke KSAU bahwa tidak ditindaklanjuti pembelian, jadi dibatalkan," lanjut Gatot.

Namun demikian, pada akhir tahun 2016, terjadi keributan mengenai adanya kontrak pembelian. Pada awal tahun 2017, Gatot Nurmantyo dipanggil Presiden Joko Widodo mempertanyakan adanya kontrak penandatanganan pembelian.

Saat itu pula, Gatot menjelaskan telah melarang jajarannya untuk melakukan pembelian Heli AW 101 sebagaimana hasil Sidang Kabinet 2016.

"Tiba-tiba terjadi kontrak, kontrak itu suratnya dibuat 29 Juli 2016 dan waktu 29 Juli 2016 juga laporan pemberitahuan kepada Menhan (Ryamizard Ryacudu) sebagai Ketua KKIP (Komite Kebijakan Industri Pengadaan), kontrak pun sama harinya, AU kepada PT Diratama Jaya Mandiri," jelas Gatot.

"Jadi surat pemberitahuannya tanggal 29 Juli 2016, kontraknya juga langsung tanggal 29 Juli 2016. Saya sampaikan kepada presiden demikian. Saya bilang, ini sudah pelanggaran," sambungnya.

Saat menjelaskan kronologinya, Presiden Jokowi memotong ucapan Gatot. Saat itu, presiden mempertanyakan potensi kerugian negara atas pembelian Heli AW 101.

"Beliau memotong, 'kira-kira kerugian negara berapa?' Saya bilang 'kira-kira minimal Rp 150 M', dibantah sama presiden. 'Tidak Bapak Panglima, itu minimal (kerugian) Rp 200 M'. Jadi presiden lebih tahu tentang harga ini," papar Panglima TNI periode 2015-2017 ini.

Atas pembicaraan tersebut, Presiden Jokowi lantas memerintahkan Panglima TNI untuk mengusut kasus pembelian Heli AW 101 tersebut.

"Presiden bilang, 'Panglima, kejar terus, bongkar ini semuanya'. Begitu saya dapat perintah seperti ini, maka saya menyampaikan kepada staf saya, dari inspektorat dan POM, membuat surat kepada KSAU untuk investigasi, KSAU sudah Pak Hadi (Hadi Tjahjanto)," tandasnya.

Pada 24 Februari 2017, hasil investigasi Kepala Staf TNI AU, Marsekal Hadi Tjahjanto dikirimkan kepada Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.

Dari penyelidikan Pusat Polisi Militer (POM) TNI, didapati hasil bahwa ada kerugian negara dari pembelian heli tersebut sekitar Rp 224 miliar dari nilai proyek Rp 738 miliar.

Namun baru-baru ini, KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo menghentikan penyidikan lima tersangka kasus dugaan korupsi pembelian AW 101 pada Agustus 2021. Penghentian perkara kasus korupsi heli AW 101 itu dilakukan karena dianggap tak cukup bukti. [rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita