Yusril Ajukan Uji Materi Lagi ke MA, Kali Ini Jadi Kuasa Hukum Nelayan NTB Gugat Larangan Ekspor Benur

Yusril Ajukan Uji Materi Lagi ke MA, Kali Ini Jadi Kuasa Hukum Nelayan NTB Gugat Larangan Ekspor Benur

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra kembali mengajukan permohonan Judicial Review (JR) atau Hak Menguji Formil dan Materil ke Mahkamah Agung. 

Kali ini, dia meminta MA membatalkan larangan ekspor benih bening lobster atau benur.

Adapun larangan tersebut termaktub dalam Pasal 18 ayat (1) dan (2) juncto Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) 17/2021 yang ditandatangani oleh Menteri Kelautan dan Perikanan (Menteri KP) Sakti Wahyu Trenggono tanggal 24 Mei 2021.


Dalam kasus ini, Yusril bertindak sebagai kuasa hukum PT Kreasi Bahari Mandiri dan beberapa nelayan kecil di Nusa Tenggara Barat (NTB).

“Alasan mereka, pertama, Menteri Kelautan dan Perikanan tidak berwenang melarang ekspor barang dan jasa, meskipun itu benih lobster,”  ujar Yusril kepada wartawan, Senin (18/10).

Diurai mantan Menkumham itu,  kewenangan melarang ekspor ikan, termasuk benih lobster yang dikategorikan juga sebagai ikan, sebelumnya memang menjadi kewenangan Menteri KP berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU 45/2009 tentang Perubahan Atas UU 31/2004 tentang Perikanan.

Namun dengan berlakunya UU 11/2020 tentang Cipta Kerja yang dikenal dengan sebutan Melalui PP 29/2021 itu, Presiden Joko Widodo mendelegasikan kewenangannya kepada Menteri Perdagangan untuk mengatur lebih lanjut mengenai jenis-jenis barang dan jasa yang boleh diekspor dan diimpor.

“Dengan aturan ini, jelaslah Menteri KP telah bertindak di luar kewenangannya membuat peraturan yang melarang ekspor benih lobster. Tindakan di luar kewenangan seperti itu menimbulkan ketidakpastian hukum,” tegasnya.

Selain masalah kewenangan, Yusril juga mendalilkan bahwa larangan ekspor benih lobster itu bertentangan dengan dengan UU 5/1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya serta UU 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan.

Menteri KP, sambungnya, harus lebih dulu menyatakan bahwa lobster adalah binatang langka atau jenis binatang yang dilindungi sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (2) UU 5/1990, jika ingin membuat larangan ekspor.

“Atas pertimbangan lobster adalah hewan langka yang dilindungi, baru dapat dilakukan pelarangan ekspor,” urainya.
 
Namun kenyataannya dalam Peraturan Menteri KP sampai yang terakhir diterbitkan, yakni Permen KP 1/2021 yang menyebutkan adanya 19 jenis ikan yang dilindungi, ternyata tidak memasukkan lobster sebagai binatang langka atau terancam punah yang dilindungi oleh negara.

“Jadi, jelas kiranya bahwa larangan ekspor benih lobster ini adalah aturan yang mengada-ada,” lanjut Yusril.(RMOL)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita