Dokumen CIA Ungkap Rencana Pembunuhan Sukarno

Dokumen CIA Ungkap Rencana Pembunuhan Sukarno

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Cucu Presiden RI pertama Sukarno, Didi Mahardika menyebut kakeknya dibunuh di Wisma Yasoo. Apakah dugaan pembunuhan Sukarno ini ada kaitannya dengan CIA?
Seperti dilansir dari BBC, tahun 2017, sebuah Dokumen Badan Intelijen Amerika Serikat, CIA terungkap. Isinya antara lain memperlihatkan ada pembahasan tentang rencana pembunuhan Presiden Sukarno.

Dalam dokumen tahun 1975, Wakil Direktur Perencanaan CIA saat itu, Richard Bissell, memberi kesaksian bahwa ada pembahasan di dalam badan itu tentang upaya 'atas kehidupan Presiden Indonesia Sukarno yang 'perkembangannya sejauh identifikasi dari satu aset yang mungkin direkrut untuk tujuan ini'.

"Rencana itu tidak pernah tercapai, tidak pernah disempurnakan pada titik yang tampaknya mungkin dilakukan," tulis Dokumen CIA tertanggal 30 Mei 1975 tersebut terkait Sukarno.

Dokumen setebal 83 halaman mencatat Bissell kemudian menegaskan CIA 'sama sekali tidak ada kaitan dengan kematian Sukarno, yang wafat pada 21 Juni 1970'. Ini adalah waktu ketika kondisi Sukarno memburuk usai diasingkan di Wisma Yasoo.

Sehubungan dengan kedua rencana tersebut, dia menyatakan bahwa tidak ada rencana yang akan dilakukan tanpa otorisasi di luar badan itu. Selain itu, tidak ada otorisasi yang dilakukan untuk rencana atas Sukarno.

Dokumen CIA (NSA via BBC) Foto: NSA via BBC


Untuk diketahui, pada masa itu, Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet terlibat dalam Perang Dingin. Kedua negara adidaya ini saling berebut pengaruh dunia.

Sukarno, saat itu, dianggap sebagai sosok pemimpin dunia yang condong kepada kelompok Uni Soviet. Meskipun, Sukarno menjadi salah satu tokoh penyeru gerakan non-blok.

Screenshot Dokumen CIA Soal Rencana Pembunuhan Sukarno (Screenshot from www.archives.gov) Foto: Screenshot from www.archives.gov


Dalam dokumen tersebut juga disebutkan rencana pembunuhan kepala negara lain yang berkuasa pada saat itu yaitu Perdana Menteri Kongo, Patrice Lumumba. Bissell mengatakan tahu ada diskusi yang merencanakan pembunuhan Lumumba dan 'pejabat kasus diarahkan untuk melihat kemungkinan tersebut."

Sukarno Dibunuh?

Sebelumnya, pernyataan Didi ini muncul dalam channel YouTube V Entertainment.id saat berbincang dengan host channel tersebut, yaitu YouTuber Nandatanya. Host awalnya bertanya soal video musik TRAH-Untuk Indonesia Raya garapan Didi Mahardika. Pertanyaannya seputar lokasi pengambilan video.

"Ada cerita apa di balik video musik TRAH, terus kenapa di tempat ikonik seperti di rumah Cilandak ini, ada apa dengan Rumah Cilandak, Bundaran HI, GBK, dan Museum Satriamandala? Museum Satriamandala atau Wisma Yasoo, Mas?" tanya host kepada Didi.

"Mulai gue datang di Satriamandala atau yang disebut Wisma Yasoo, itu adalah tempat peristirahatan terakhir Bung Karno yang seolah-olah kayak diasingkan tanpa melalui tidak diberikan kesempatan untuk membela dirinya di persidangan, seperti diasingkan...," ujar host melanjutkan.

Didi memotong pernyataan tersebut. Dia menambahkan pernyataan bahwa Bung Karno dibunuh di Wisma Yasoo.

"Aku tambahin dikit, Mas, tidak hanya diasingkan, tapi di situlah bapak kita, Bapak Bangsa, Bapak Proklamator kita, yang memperjuangkan kita semua, dibunuh di situ, dibunuh, iya, harus banyak yang tahu," ujar Didi.

Host mempertanyakan keyakinan Didi atas pernyataannya. Didi menegaskan dirinya yakin.

"Pasti. Apa perlu gua ulang lagi?" ujarnya.

"Kalau mau ada yang bertanya, mungkin bisa ditanyakan ke ahli sejarah. Dan ahli sejarah yang bisa menceritakan apa adanya," imbuh putra Rachmawati Soekarnoputri ini.

Didi juga mengatakan Museum Satriamandala adalah Wisma Yasoo, tempat hari-hari terakhir Bung Karno. Namun keberadaan Wisma Yasoo, menurut Didi, coba ditutup-tutupi dengan mengubah nama tempat itu menjadi Museum Satriamandala.

Didi menuturkan dirinya sempat berbicara dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto soal Wisma Yasoo ini, namun pernyataannya tak dilanjutkan karena dipotong oleh host.

Tanggapan Sejarawan

Sejarawan BRIN Asvi Warman Adam merespons pernyataan ini. Mengutip sejarawan Prancis, Asvi menguatkan pernyataan Didi.

"Tahun 1970 Bung Karno meninggal. Jacques Leclerc, sejarawan Prancis, mengatakan bahwa Bung Karno dibunuh dua kali. Pertama Bung Karno meninggal tahun 1970. Tahun 1970 peringatan Hari Lahir Pancasila dilarang Kopkamtib," ungkapnya.

Asvi juga pernah bertanya kepada dokter Kartono Mohammad apakah Sukarno dibunuh secara perlahan. Untuk diketahui, Kartono merupakan dokter yang pernah bertemu dengan Dr Wu Jie Ping, yang pernah merawat Sukarno pada 1965. Kartono menjelaskan bahwa Bung Karno tidak dirawat sebagaimana semestinya saat di Wisma Yasoo.

"Saya tanyakan kepada dokter Kartono Mohammad (alm), apakah betul Bung Karno dibunuh secara perlahan di Wisma Yasso. Jawab Kartono, 'Bung Karno tidak dirawat sebagaimana semestinya'," tuturnya.

Asvi juga bicara soal Wisma Yasoo. Dia mengatakan tempat yang dulunya Wisma Yasoo berubah menjadi Museum Satriamandala di era Orba.

"Yaso (atau Yasoo, red) itu nama adik dari Ratnasari Dewi Sukarno yang sudah meninggal. Tempat tinggal istri Bung Karno, Dewi Sukarno. Kemudian diambil alih Orba dan dijadikan Museum Satriamandala, sekaligus Pusat Sejarah ABRI," ujar Asvi.

Respons Elite PDIP

Sementarara itu, Politikus senior PDIP Hendrawan Supratikno merespons pernyataan Didi Mahardika, yang menyebut sang kakek dibunuh. Menurut Hendrawan, di buku-buku sejarah juga ditulis bahwa Sukarno tidak diperlakukan manusiawi saat tinggal di Wisma Yasoo.

"Yang tertulis di buku-buku, (Sukarno) wafat di Wisma Yasoo karena sakitnya tidak ditangani dokter yang ahli dalam bidangnya (bahkan diduga yang menangani dokter hewan). Pada tahun dan bulan-bulan terakhir, hidupnya diisolasi dari dunia dan rakyat yang dicintainya. Pokoknya perlakuan yang tidak manusiawi untuk seorang Bapak Bangsa," kata Hendrawan kepada wartawan, Jumat (1/10/2021).

Hendrawan menyebut para ahli sejarah juga sepakat berakhirnya kepemimpinan Sukarno tak terlepas dari andil asing. Ada campur tangan Amerika Serikat (AS) dalam mengkudeta kepimpinan Sukarno.

"Para ahli juga bersepakat, apa yang terjadi tidak lepas dari 'politik luar negeri AS di Asia Tenggara', dan transisi kekuasaan yang terjadi merupakan suatu 'kudeta merangkak'. Jadi 'hantu komunisme' pada masanya adalah sebuah proyek politik AS," ujarnya.[detik]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita