Potensi Learning Loss Gelombang Kedua, Nadiem Makarim Harus Punya Solusi

Potensi Learning Loss Gelombang Kedua, Nadiem Makarim Harus Punya Solusi

Gelora Media
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO - Nadiem Makarim secara gamblang mengakui kegagalan Pembelajaran Jarak Jauh atau PJJ di Indonesia dan terus mendorong pembalajaran tatap muka.

Nadiem mengakui terjadinya learning loss di akhir tahun 2020 dan berharap januari 2021 Pembelajaran Tatap Muka atau PTM bisa kembali. Agar kondisi learning loss tidak terulang.

Namun melihat kondisi tersebut, Nadiem tampaknya tak bisa berharap banyak, Januari PTM jelas tak bisa dilaksanakan secara maksimal, bahkan sejumlah uji coba PTM dihentikan.

Terbaru, Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi mengumumkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat.

Pelaksanaan PPKM tersebut akan dilakukan di Jawa dan Bali yang akan berlangsung dua pekan. Adapun pemberlakuan PPKM Darurat ini merupakan respons seiring melonjaknya kasus Covid-19 di Indonesia.

Tantangan akan semakin parah karena serangan kedua Covid-19 ini mulai rentan bagi anak. Menurut Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Dwi Oktavia "Sebanyak 15 persen dari 9.399 kasus positif hari ini adalah anak-anak di bawah usia 18 tahun".

Artinya, kemungkinan PTM kembali akan menemui kendala serius. Karena itu, sangat potensial Nadiem Makarim kembali menyatakan kegagalan belajar atau Learning Loss terjadi untuk kedua kalinya tanpa ada tindakan nyata mencegahnya.

Efek Lanjut Learning Loss

Menurut Michelle Kaffenberger, dampak learning loss tidak akan berhenti sekalipun sekolah dibuka dan diadakan pembelajaran tatap muka. Apalagi jika tidak ada kebijakan terkait pemulihan kemampuan belajar terlebih dahulu.

Baca Juga: Resmi! DPR Tetapkan Menteri Nadiem Mitra Komisi X, Menperin Mitra Komisi VII

Berdasarkan penelitian yang dilakukannya, dampak learning loss secara global pada peserta didik sangat besar terjadi pada siswa yang sedang duduk di bangku Sekolah Dasar. Dijelaskan bahwa siswa kelas 3 SD yang melewatkan waktu belajar 6 bulan berpotensi kemampuannya tertinggal 1,5 tahun.

Selain itu, siswa kelas 1 SD yang tidak belajar dalam waktu 6 bulan akan mengalami ketertinggalan hingga 2,2 tahun. Learning loss, menurutnya,akan berdampak panjang sehingga menyebabkan masalah ekonomi dan sosial di masa depan.

“Siswa yang kehilangan kesempatan belajar selama 1,5 tahun akan kehilangan pendapatan sebesar 15% saat dewasa. Sedangkan siswa yang kehilangan kesempatan belajar selama 2 tahun akan kehilangan pendapatan sebesar 20% saat dewasa,” tutup dia.

Solusi mencegah Learning Loss

Muhammad Ramli Rahim Ketua Umum Pengurus Pusat Jaringan Sekolah Digital Indonesia (JSDI) mengatakan, salah satu masalah serius di Indonesia awal pandemi covid 19 adalah adanya lebih dari 60% guru yang tidak mampu menggunakan teknologi untuk pembelajaran jarak jauh. Berakibat pada buruknya kualitas PJJ.

Data JSDI, hanya 5,7 persen guru yang memiliki kemampuan dan kreatifitas yang baik. Untuk menyajikan pembelajaran jarak jauh yang menyenangkan dan tetap berkualitas. Sementara 33 persen diantaranya bisa menggunakan teknologi dalam PJJ dengan kualitas seadanya. Angka persentase ini butuh pemetaan ulang.

"Karena itu, seharusnya yang dilakukan Kemendikbud adalah menghentikan sementara seluruh proses belajar mengajar dan mengirimkan seluruh guru di Indonesia selama 2-3 bulan. Jika memang tak bisa satu semester masuk 'bengkel'," ungkap Ramli, Minggu 4 Juli 2021.

Guru yang 5,7% itu ditugaskan untuk melatih guru yang 33% untuk selanjutnya kedua kelompok guru ini melatih guru yang 60% tersebut. Pemetaan awal harus dilakukan dan setiap guru dipastikan bisa memberikan pembelajaran menarik dan berkualitas secara digital dengan miniml 18 metode berbeda untuk 18 pertemuan.

Pembelajaran harus dihentikan sementara agar yang dilatih dan yang melatih bisa berkonsentrasi penuh menemukan metode mengajar yang paling efektif secara digital tanpa beban berhadapan dengan anak didik.

"Dengan memasukkan guru ke "bengkel", insya Allah Indonesia akan menemukan caranya sendiri untuk menghadirkan PJJ yang berkualitas dan menyenangkan tanpa harus selalu mencari contoh dari negara lain. Pendidikan Indonesia harus bisa menjadi leader, bukan followers," kata Ramli.

Dari sini juga akan ditemukan, materi dan kurikulum yang betul-betul cocok dengan PJJ Indonesia.[sc]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA