Bundaran Waru Ditutup, Macet 1 Kilometer

Bundaran Waru Ditutup, Macet 1 Kilometer

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Forkopimda Jatim mengambil langkah tegas untuk menekan tingginya persebaran Covid-19 di Surabaya. Kemarin mereka menutup bundaran Waru yang menjadi akses menuju Surabaya dari arah selatan.

Dari pantauan Jawa Pos, penutupan yang dimulai pukul 09.00 itu menimbulkan kemacetan sepanjang 1 kilometer.

Maklum, titik tersebut adalah jalur utama penghubung Surabaya–Sidoarjo. Banyak pengendara yang mengeluh. Mayoritas mengaku akan telat ke tempat kerja kalau harus mencari jalan alternatif. ’’Keluargaku sopo sing nafkahi nek gak kerjo, Pak,” teriak seorang pengendara. Namun, petugas bergeming. Mereka tetap mengarahkan pengendara untuk putar balik.

’’Jalan ini ditutup demi keselamatan masyarakat,” kata Kapolda Jatim Irjen Pol Nico Afinta di sela-sela meninjau kawasan itu. Nico mengatakan, keputusan tersebut diambil setelah mempertimbangkan banyak hal. Misalnya, fakta bahwa mobilitas warga yang masuk Surabaya masih cukup tinggi.

Terkait warga luar kota yang bekerja di Surabaya, Nico mengatakan bahwa kewajibannya tetap bisa dilakukan. Dengan catatan memenuhi persyaratan sebagai pelaku perjalanan. Yakni, membawa bukti bebas korona dan sudah menjalani vaksinasi.

Direktur Lalu Lintas Polda Jatim Kombespol Latif Usman menerangkan, penutupan itu berlangsung sampai PPKM darurat berakhir. Namun, kebijakan bisa jadi diubah di tengah waktu. ’’Tergantung evaluasi. Setiap hari akan dievaluasi. Efisien atau tidak,” paparnya.

Menurut Latif, warga yang punya kepentingan mendesak tetap bisa masuk ke Surabaya lewat jalur alternatif. Syaratnya, mereka bisa menunjukkan dokumen yang diperlukan.

Dia juga mengimbau kepada pengusaha sektor esensial yang diperbolehkan beroperasi untuk mengatur jam kerja karyawan. Jadi, pegawai tidak datang ke Surabaya bersamaan. ’’Teknisnya nanti dikomunikasikan dengan pemprov. Yang jelas, harapan kami kedatangannya bisa terpecah,” ungkapnya.

Kasatlantas Polrestabes Surabaya AKBP Teddy Candra menambahkan, penutupan jalan tidak hanya berlaku di bundaran Waru. Namun, juga tiga jalan lain di Surabaya. Yaitu, Jalan Raya Darmo, Jalan Tunjungan, dan Jalan Pemuda. ’’Ditutup 24 jam,” tegas alumnus Akpol 2002 itu.

Tiga titik itu, jelas dia, ditutup karena mobilitas pengendara cukup tinggi. Upaya penutupan bundaran Waru tidak akan maksimal kalau volume kendaraan di dalam kota tidak ikut diatur. ’’Kita coba untuk membatasi mobilitas. Jika tidak ada kepentingan, saya minta dengan hormat agar masyarakat tetap di rumah,” ujarnya.

Penyekatan juga dilakukan di exit toll. Di Jawa Timur, ada 45 titik exit toll yang disekat. Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menegaskan, saat ini Jawa Timur masuk situasi darurat. Dia meminta masyarakat bisa memahami kondisi yang ada. Pergerakan masyarakat memungkinkan virus turut bergerak. Karena itu, pemerintah membatasi mobilitas penduduk.

Titik penyekatan itu menyebar di sepanjang tol di Jawa Timur. Antara lain, exit toll Pandaan, Dupak, Banyu Urip, Jombang, Cerme, Pasuruan, Grati, Singosari, Lawang, dan beberapa exit toll lainnya.

Memang, ada kebijakan tersendiri bagi pengendara yang memenuhi persyaratan administrasi. Yakni, surat keterangan tidak terpapar Covid-19, surat sudah menjalani vaksinasi, serta surat keterangan tugas. Mereka bisa mendapat toleransi untuk melewati jalur yang disekat.

Pada hari kelima pelaksanaan PPKM darurat, analisis data menunjukkan bahwa mobilitas orang di Jawa dan Bali mengalami penurunan meski belum sesuai harapan. Jumlah kabupaten/kota yang masuk zona hitam turun dari 35 menjadi 27. Meski demikian, Jatim dan Bali masih perlu mendapat perhatian lebih. ’’Sampai tanggal 6 Juli, kita lihat kabupaten/kota yang berwarna hitam masih banyak di Jawa Timur dan Bali. Penurunan mobilitasnya belum signifikan. Ini perlu mendapatkan perhatian lebih ketat, kuncinya pengetatan,” jelas Menko Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Luhut menjelaskan, ada sepuluh kabupaten/kota dengan penurunan mobilitas terendah di Bali dan Jawa Timur. Yaitu, Karangasem, Bali, -4,72; Tabanan, Bali, -7,00; Jembrana, Bali, -7,11; Buleleng, Bali, -8,42; Bangli, Bali, -9,53; Klungkung, Bali, -9,83; Denpasar, Bali, -10,12; dan Badung, Bali, -10,75

Di Jawa Timur, penurunan mobilitas meningkat. Mojokerto, Jember, Banyuwangi, Nganjuk, dan Kota Pasuruan paling rendah. Berdasar hal tersebut, di Jawa Timur maupun Bali belum ada kabupaten/kota yang mengalami penurunan mobilitas lebih dari 30 persen. ’’Jatim dan Bali ini lebih rendah dibandingkan provinsi lainnya, perlu upaya lebih keras untuk menurunkan mobilitas setidaknya di atas 30 persen,’’ kata Menko Luhut.

Upaya penurunan mobilitas, menurut Luhut, perlu difokuskan pada aktivitas masyarakat saat malam. Indikator lampu di malam hari masih menunjukkan kecenderungan peningkatan, terutama di Bali. Selain itu, perlu penertiban yang tegas dari aparat terkait rendahnya kedisiplinan penggunaan masker dan aktivitas malam di Bali yang dilakukan oleh wisatawan.[jpc]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita