BEM UMY Tambahi Gelar Jokowi: The King of Pura-Pura Tidak Paham?

BEM UMY Tambahi Gelar Jokowi: The King of Pura-Pura Tidak Paham?

Gelora News
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO - Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta atau BEM UMY angkat bicara menanggapi respons Presiden Joko Widodo atau Jokowi terhadap kritik yang disampaikan BEM Universitas Indonesia.

Seperti diketahui, BEM UI sebelumnya mengkritik Presiden Jokowi melalui media sosial Twitter dan Instagram dengan menjulukinya sebagai The King of Lip Service.

BEM UMY pun merasa perlu mengkritik respons yang diberikan Presiden Jokowi karena dinilai tidak menanggapi substansi dari isi kritikan yang disampaikan BEM UI.

Menurut BEM UMY, dalam menanggapi kritikan BEM UI, Presiden Jokowi hanya fokus pada labeling The King of Lip Service yang diberikan kepadanya.

"Beberapa kritikan yang disampaikan ternyata direspons tidak sesuai dengan harapan dan mengaburkan substansi yang disampaikan oleh BEM UI," tulis keterangan BEM UMY dalam unggahannya di Instagram pada Kamis (1/7/2021).

BEM UMY menegaskan bahwa yang seharusnya direspons oleh Presiden Jokowi adalah soal substansi kritik BEM UI.

Itu antara lain mengenai tindakan represi yang dilakukan aparat kepolisian, persoalan revisi Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik atau UU ITE.

Kemudian, permasalahan KPK yang katanya setelah undang-undangnya direvisi akan semakin kuat, tapi nyatanya nihil.

Lalu, persoalan mengenai judicial review soal Undang-Undang Cipta Kerja yang oleh Jokowi, Mahkamah Konstitusi (MK) diminta untuk menolak semua gugatannya.

"Ini loh Pak Jokowi poin kritik yang seharusnya dijawab dan ditanggapi," tulis unggahan BEM UMY.

"Selain The King of Lip Service, jangan-jangan bapak juga The King of Pura-Pura Tidak Paham?"

Lebih lanjut, dalam unggahannya, BEM UMY menjelaskan soal mengapa Presiden Jokowi lebih menanggapi soal labeling, ketimbang merespons soal substansi.

Menurut BEM UMY, sikap yang dilakukan Presiden Jokowi bisa dijelaskan melalui teori retorika Aristoteles.

Dalam retorika itu, terdapat tiga senjata yang dapat digunakan dalam komunikasi persuasif, salah satunya yakni Pathos atau emosional.

Seorang pemimpin mencoba membujuk rakyat dengan menyentuh sisi emosi mereka. Cara demikianlah yang diduga dilakukan oleh Presiden Jokowi.

"Bertujuan untuk menarik daya emosional rakyat, sehingga rakyat dibuat merasa bersalah, sedih, simpatik dan menghormati," kata BEM UMY.

Sebelumnya, Presiden Jokowi merepons kritik yang datang dari BEM UI. Menurut Jokowi, BEM UI tengah belajar mengekspresikan pendapat.

Atas dasar itulah, Presiden Jokowi pun tidak mempersoalkan pernyataan yang disampaikan oleh BEM UI tersebut.

“Saya kira biasa saja mungkin mereka sedang belajar mengekspresikan pendapat,” kata Preisden Jokowi.

Ia menuturkan kritikan terhadap dirinya sebagai kepala negara bukan hanya terjadi kali ini. Jokowi mengaku sejumlah kritik dan penilaian yang ditujukan kepadanya terjadi sejak dulu hingga saat ini.

“Iya itu kan sudah sejak lama dulu ada yang bilang saya ini klemar-klemer, ada yang bilang juga saya itu plonga-plongo, kemudian ganti lagi ada yang bilang saya ini otoriter,” ucap Jokowi.

“Kemudian ada juga yang ngomong saya ini bebek lumpuh dan baru-baru ini ada yang ngomong saya ini Bapak Bipang dan terakhir ada yang menyampaikan mengenai The King of Lip Service,” lanjutnya.

Bagi Jokowi, dalam negara demokrasi kritik yang diberikan mahasiswa terhadap pemerintah maupun kepala negara merupakan hal biasa.

Dalam konteks ini, lanjut mantan Gubernur DKI Jakarta itu, pihak universitas tidak perlu menghalangi mahasiswa untuk menyampaikan pendapatnya.

“Saya kira ini bentuk ekspresi mahasiswa dan ini negara demokrasi,” kata Jokowi. (*)

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA