RI Tak Lockdown Meski COVID-19 Melonjak: Tak Ada Anggaran, Ekonomi Bisa Suram

RI Tak Lockdown Meski COVID-19 Melonjak: Tak Ada Anggaran, Ekonomi Bisa Suram

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Pemerintah memutuskan untuk tak akan melakukan lockdown, meskipun kasus COVID-19 saat ini terus melonjak. Presiden Jokowi mengatakan, biaya lockdown sangat mahal dan membuat pemulihan ekonomi bisa kembali mundur.

Berikut rangkuman fakta-fakta pemerintah yang enggan lockdown:

Biaya Mahal

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Iskandar Simorangkir mengatakan, aspek kesehatan dan ekonomi sama pentingnya. Untuk itu, pemerintah memilih untuk mengambil kebijakan yang dinilai pas. Salah satunya dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro.

"Kita menghargai pandangan-pandangan orang yang mengatakan lockdown, tapi kan ini virusnya masih di sini terus. Kita lockdown sekarang nanti penularan berikutnya, seterusnya begitu, cost-nya itu sangat mahal sekali," kata Iskandar dalam webinar Sosialisasi Permenko Nomor 2 dan 3 Tahun 2021, Rabu (23/6).

Jokowi Nilai PPKM Mikro Ampuh

Jokowi menegaskan kebijakan yang diambil pemerintah saat ini adalah PPKM Mikro. Alasannya, langkah tersebut dinilai ampuh menekan penyebaran wabah tanpa mematikan perekonomian.

"Kenapa pemerintah memutuskan PPKM mikro? Pemerintah melihat bahwa kebijakan PPKM Mikro masih menjadi kebijakan yang paling tepat untuk konteks saat ini, untuk mengendalikan COVID-19 karena bisa berjalan tanpa mematikan ekonomi rakyat," ucap Jokowi dalam Youtube Sekretariat Presiden, Rabu (23/6).

Jokowi menilai PPKM mikro dan lockdown memiliki esensi yang sama, yaitu membatasi kegiatan masyarakat. Karenanya, mantan Gubernur DKI Jakarta meminta hal itu tidak perlu dipertentangkan.

Biaya Lockdown Rp 550 M Sehari

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, berpendapat sebenarnya negara mampu membiayai lockdown selama 14 hari. Pihaknya mengestimasi anggaran yang diperlukan mencapai Rp 25 triliun.

“Apakah kapasitas APBN bisa menanggung biaya lockdown? Bisa karena kebutuhan lockdown estimasinya Rp 11 sampai Rp 25 triliun selama 14 hari,” kata Bhima saat dihubungi kumparan, Rabu (23/6).

Bhima menjelaskan asumsi kalau lockdown di Jakarta saja per hari mencapai Rp 550 miliar. Selama 2 minggu berarti membutuhkan biaya mencapai Rp 7,7 triliun.

Sementara, Jakarta asumsinya mempunyai kontribusi 70 persen terhadap perputaran uang nasional. Sehingga angka Rp 25 triliun dianggap bisa membiayai lockdown nasional selama 14 hari.

“Biayanya lebih murah dibanding kerugian ekonomi daripada tidak lakukan lockdown,” ujar Bhima. []
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita