Perlawanan Komisioner KPAI 'Renang di Kolam Bikin Hamil' Belum Usai

Perlawanan Komisioner KPAI 'Renang di Kolam Bikin Hamil' Belum Usai

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta memenangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melawan Sitti Hikmawatty. Kasus ini bermula ketika Jokowi memecat Sitty sebagai Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Kasus bermula saat pernyataan Sitti soal potensi kehamilan di kolam renang menjadi viral di media massa/sosial. Kemudian Sitti diperiksa oleh Dewan Etik yang dibentuk KPAI yang menghasilkan rekomendasi dari Dewan Etik berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai anggota KPAI. Duduk sebagai Ketua Dewan Etik mantan hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna.

Dalam sidang putusan PTUN Jakarta, duduk sebagai ketua majelis Kadar Slamet dengan anggota Mohamad Husein Rozarius dan Santer Sitorus. Majelis menilai, meski dalam perkara quo KPAI belum menyusun kode etik bagi anggota KPAI, tidaklah dapat dipakai sebagai alasan anggota KPAI sebagai pejabat publik boleh melanggar etik dan/atau mengesampingkan etik dalam melaksanakan tugasnya.

"Apalagi dalam Peraturan KPAI Nomor 01 Tahun 2017 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja KPAI dicantumkan kewajiban bagi setiap Komisioner KPAI menjaga diri untuk tidak melakukan perbuatan tercela dan/atau melanggar norma agama, nilai-nilai etika dan moral yang berlaku di masyarakat (vide Pasal 27 Peraturan KPAI Nomor 01 Tahun 2017 sebagaimana pada bukti P-5)," papar majelis.

Majelis menegaskan, secara eksplisit dalam organisasi dan tata kerja KPAI diatur kewajiban setiap komisioner KPAI menjaga diri untuk tidak melakukan perbuatan tercela dan/atau melanggar nilai-nilai etik.

"Dengan demikian, Dewan Etik KPAI yang dibentuk khusus untuk melakukan pemeriksaan pelanggaran etik terhadap Penggugat/Terbanding dan mengusulkan penjatuhan sanksi atas terbuktinya pelanggaran etik yang dilakukan Penggugat/Terbanding kepada Tergugat/Pembanding, sudah sesuai dengan prosedur dan dasar kewenangan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan," tutur majelis.
Sitti Hikmawatty Melawan Ajukan Kasasi

Sitty Hikmawatty bersama tim kuasa hukumnya kemudian mengajukan kasasi ke PTUN Jakarta. Kasasi itu dilakukan sebagai bentuk perlawanan Sitti terhadap pemecatan yang dilakukan Presiden Jokowi.

Terkait putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 122/G/2020/PTUN.JKT, tanggal 7 Januari 2021 mengenai sengketa Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 43/P Tahun 2020 tentang Pemberhentian Tidak dengan Hormat anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia Periode Tahun 2017-2022 yang ditetapkan di Jakarta tanggal 24 April 2020 atas nama Dr Sitti Hikmawatty, SST, MPd, adalah putusan yang belum sah atau belum memiliki kekuatan hukum tetap karena masih dalam waktu yang dibolehkan untuk melakukan upaya hukum kasasi," kata pengacara Sitti, Feizal Syahmenan, kepada wartawan, Jumat (4/6/2021).

Saksikan juga 'KPAI Rapat dengan KPI hingga KPPPA Bahas Sinetron Zahra, Ini Hasilnya':

Pengaturan mengenai upaya hukum kasasi ditemukan dalam Pasal 131 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Selain itu, merujuk pada Pasal 55 ayat (2) juncto Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

"Pihak yang tidak setuju dengan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (dalam Sengketa Informasi dan Sengketa Penetapan Lokasi) dan/atau terhadap putusan Pengadilan Tinggi TUN, dapat mengajukan kasasi, maksimal dalam waktu 14 hari setelah putusan diberitahukan secara sah," ujarnya.

Tim Advokasi Perlindungan Anak Indonesia sebagai kuasa dari Sitti Hikmawatty juga sudah mengajukan permohonan upaya hukum kasasi pada 2 Juni 2021 melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

"Dengan alasan bahwa pertimbangan hakim PT TUN Jakarta telah keliru dalam memutus perkara ini dan yang sudah benar dan tepat adalah pertimbangan hakim dalam Putusan PTUN Jakarta Nomor 122/G/2020/PTUN.JKT, tanggal 7 Januari 2021," ucapnya.[dtk]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita