Pasal Penghina Presiden Terancam 4 Tahun Penjara, Novel PA 212: Presiden Itu di Bawah Rakyat, Kenapa Anti Kritik

Pasal Penghina Presiden Terancam 4 Tahun Penjara, Novel PA 212: Presiden Itu di Bawah Rakyat, Kenapa Anti Kritik

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Pasal penghina presiden yang masuk dalam draf RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mendapat kecaman dari sejumlah umat islam.

Salah satunya datang dari Wasekjen DPP PA 212 Novel Bamukmin.

Novel menilai, pasal penghinaan presiden itu sangat mengekang kebebasan pendapat rakyat dalam mengkritisi pemerintah.

Mengingat kedudukan presiden di negara demokrasi di bawah rakyat.

“Presiden kedudukannya di bawah rakyat seharusnya melindungi rakyat dan siap dikritisi , dikritik bahkan sampai dihinapun adalah bagian aspirasi rakyat,” kata Novel saat dihubungi Pojoksatu.id, Jumat (11/6/2021).

Menurut Novel, kritikan dan hinaan itu sebagai kontrol kinerja terhadap presiden.

Bukannya malah mempidanakam rakyatnya yang lantang mengkritik pemerintahnya. Hal ini jelas membunuh demokrasi rakyat, padahal dengan kepentingan yang lain rezim ini sangat mendewakan demokrasi.

“Iklim demokrasi memang seharusnya seperti itu karena kekuasaan tertinggi ditangan rakyat sehingga,” ucap Novel.

“Tapi ketika rakyat sudah bereaksi keras maka munculah kediktatorannya dengan begini sudah merubah demokrasi menjadi pemerintahan yang ototarian atau diktator,” ujarnya lagi.

Seperti diketahui, Pasal penghinaan presiden dan wakil presiden kembali muncul dalam RKUHP terbaru. Penghinaan terhadap presiden dan wapres dikenai ancaman maksimal 3,5 tahun penjara. Bila penghinaan dilakukan lewat media sosial atau sarana elektronik, ancamannya menjadi 4,5 tahun penjara.

Sementara itu, bagi yang menghina lembaga negara, seperti DPR, bisa dihukum penjara maksimal 2 tahun penjara.

Namum pada tahun 2006 lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 pernah membatalkan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam KUHP. Saat itu, MK menilai Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP bisa menimbulkan ketidakpastian hukum karena tafsirnya yang amat rentan manipulasi.[psid]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita