Peserta Demo Tolak Omnibus Law Bersaksi, Turun Ke Jalan Bukan Karena Tweet Jumhur Hidayat

Peserta Demo Tolak Omnibus Law Bersaksi, Turun Ke Jalan Bukan Karena Tweet Jumhur Hidayat

Gelora Media
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO - Sidang perkara kasus dugaan ujaran kebencian hingga menimbulkan keonaran dengan terdakwa Jumhur Hidayat kembali bergulir.

Dua orang saksi fakta yaitu Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nur Hidayati dan Sekjen Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Damar Panca Mulya dihadirkan. Keduanya menyebut, turun ke jalan untuk menolak RUU Omnibus Law bukan karena terprovokasi tweet Jumhur Hidayat.

Nur Hidayati misalnya, ia mengakui ikut dalam unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja karena produk hukum tersebut bertentangan dengan perlindungan lingkungan hidup serta keadilan sosial.

"Kami juga melakukan penolakan dengan berbagai cara. Kami melakukan press conference, aksi di DPR untuk menghentikan UU Cipta Kerja. Kami juga membuat kajian-kajian yang menganalisis substansi UU Cipta Kerja," jelas Nur dalam kesaksiannya di persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/5).

Nur juga menyatakan bahwa aksi ribuan orang dalam melakukan unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja tidak disebabkan oleh tweet Jumhur Hidayat. Sebab, lanjut Nur, penolakan itu muncul dari masyarakat baik secara online dan offline.

"Setahu saya, berbagai penolakan masyarakat sipil juga banyak di online seperti Twitter, Instagram, hingga YouTube," kata Nur.

Sementara Damar Panca Mulya, mengaku melakukan unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja karena baleid UU tersebut tidak sejalan dengan upaya perlindungan dan peningkatan kesejahteraan buruh.

Damar menampik jika unjuk rasa kelompoknya dilakukan karena tweet Jumhur Hidayat.

"Kami menolak mulai sejak (UU Cipta Kerja) diwacanakan, sejak draf RUU Cipta Kerja sampai dimasukan DPR kami menolak dalam bentuk aksi protes, demonstasi baik ke DPR maupun pemerintah, bahwa banyak hak-hak dasar buruh yang terdegradasikan," ungkapnya dalam memberi kesaksian.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Jumhur Hidayat dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong yang menimbulkan kericuhan. Jaksa mendakwa Jumhur dengan dua pasal alternatif yaitu Pasal 14 Ayat (1) juncto Pasal 15 UU 1/1946 KUHP atau Pasal 45A Ayat (2) Jo Pasal 28 Ayat (2) UU 19/2016 tentang Perubahan UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Adapun cuitan Jumhur di akun Twitter miliknya pada 7 Oktober 2020 yang menjadi sumber dakwaan jaksa adalah terkait pendapatnya yang menyebut bahwa RUU Cipta Kerja untuk primitive investor, dan pengusaha rakus. Cuitan Jumhur tersebut mengomentari berita di Kompas.com yang berjudul 35 Investor Asing Nyatakan Keresahan terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja.(RMOL)

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA