Waketum PPP: Tak Hanya Kontroversial Dan Teledor, Kemendikbud Juga Nambah Beban Jokowi

Waketum PPP: Tak Hanya Kontroversial Dan Teledor, Kemendikbud Juga Nambah Beban Jokowi

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Banyaknya masalah yang terjadi di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI dalam beberapa bulan terakhir menambah preseden buruk dunia pendidikan di Indonesia.

Selain itu, rentetan kontroversi yang terjadi justru menambah beban Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Demikian disampaikan Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani, kepada wartawan, Rabu (21/4).

"Kemendikbud alih-alih mengurangi beban dan kecurigaan politik yang selama ini masih diembuskan kepada Presiden Jokowi oleh kalangan tertentu, tapi malah menambahnya," kata Arsul.

Arsul memaparkan, setidaknya ada tiga peristiwa dalam waktu berdekatan terkait Kemendikbud yang dinilai telah menambah beban politik bagi Presiden Jokowi.

Pertama, hilang atau tidak adanya frasa agama dalam draf atau rancangan peta jalan pendidikan nasional (PJPN).

Kedua, tidak tercantumnya Pancasila dan Bahasa Indonesia dalam peraturan pemerintah yang diprakarsai dan kemudian menjadi PP Nomor 57/2021 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Teranyar, terkait hilangnya pendiri NU sekaligus pahlawan nasional KH Hasyim Asyari dari Kamus Sejarah Indonesia yang diterbitkan dan dikelola oleh Direktorat Sejarah, Ditjen Kebudayaan Kemendikbud.

Bahkan, kalangan Nahdliyin khususnya yang tergabung dalam Lingkaran Profesional Nahdliyin (NU Circle) menyampaikan, ternyata bukan hanya nama KH Hasyim Asyari saja yang tidak muncul dalam kamus sejarah online Kemendikbud tersebut.

Tetapi, nama KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur juga tidak ditempatkan sebagai tokoh sentral yang dimuat tersendiri dalam modul kamus sejarah.

"Juga nama Jenderal Sumitro dan Sumitro Djojohadikusumo, ayah kandung Prabowo Subianto. Juga tokoh Islam serta anggota PPKI, Abdul Kahar Muzakir," tuturnya.

Nama Gus Dur, lanjut Arsul menyayangkan keteledoran Nadiem Makarim, hanya dimunculkan untuk melengkapi sejarah beberapa tokoh. Seperti ketika kamus tersebut menerangkan tokoh Ali Alatas yang ditunjuk sebagai Penasihat Menteri Luar Negeri pada masa pemerintahan Gus Dur.

"Juga disebut untuk melengkapi sejarah tokoh Megawati Soekarnoputri dan Widjojo Nitisastro," sesal Wakil Ketua MPR RI ini.

Lebih mengherankan lagi, menurut Arsul, justru ada nama Abu Bakar Baasyir dalam deretan tokoh sejarah itu.

Padahal, nama Abu Bakar Baasyir yang termuat di halaman 11 itu adalah mantan narapidana kasus terorisme yang menolak membuat pernyataan setia pada ideologi Pancasila

"Mengapa ini (Abu Bakar Baasyir) justru muncul sebagai tokoh pada buku/kamus yang diterbitkan oleh Direktorat Sejarah Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini?" pungkasnya. (RMOL)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita