Terlilit Utang Jumbo, 6 Anak Usaha Grup Sritex Kembali Digugat PKPU

Terlilit Utang Jumbo, 6 Anak Usaha Grup Sritex Kembali Digugat PKPU

Gelora News
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO - Kurang dari satu bulan terakhir, tercatat enam perusahaan di bawah Grup Sritex dan dua petinggi Grup Sritex yakni Iwan Setiawan Lukminto dan istrinya Megawati menghadapi gugatan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).

Keenam perusahaan itu adalah PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), PT Rayon Utama Makmur (RUM), PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, PT Primayudha Mandirijaya, dan PT Senang Kharisma Textil. Gugatan PKPU didaftarkan di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Jawa Tengah.

Gugatan PKPU kepada enam perusahaan itu diajukan oleh empat pihak yang berbeda mulai dari PT Swadaya Graha, CV Prima Karya, Bank QNB Indonesia, dan sebuah perusahaan kargo yakni PT Indo Bahari Ekspress.

Adapun khusus untuk PT RUM, gugatan Indo Bahari Ekspress adalah gugatan PKPU yang kedua. Gugatan pertama yang diajukan oleh Swadaya Graha sebelumnya ditolak oleh PN Semarang.

PT RUM adalah perusahaan serat rayon yang berlokasi di Sukoharjo, Jawa Tengah. Sebagian saham PT RUM dikuasai oleh keluarga Lukminto. PT RUM saat ini dipersiapkan untuk memasok bahan baku untuk industri tekstil dan produk tekstil Grup Sritex, termasuk SRIL.

Serat rayon yang diproduksi RUM selama ini digunakan oleh SRIL dan anak usahnya, termasuk PT Sinar Pantja Djaja. Keduanya juga sedang digugat PKPU.

Namun baik SRIL dan Sritex hingga berita ini ditayangkan belum mau memberikan komentar soal banjir gugatan PKPU tersebut. Head of Corporate Communication SRIL Joy Citradewi tak menjawab pertanyaan tertulis yang disampaikan Bisnis. 

Begitupula dengan bos Grup Sritex yang juga menjabat sebagai Direktur Utama SRIL Iwan Setiawan Lukminto yang tak merespons permintaan konfirmasi Bisnis.

Belakangan ini dua lembaga pemeringkat yakni Fitch dan Moody's telah menurunkan rating utang SRIL. Fitch telah menurunkan peringkat bond Sritex yang beredar dan yang diusulkan menjadi 'B-' / 'RR4' dari 'BB-'. Fitch Ratings Indonesia pada saat yang sama juga menurunkan Peringkat Nasional Jangka Panjang Sritex menjadi 'BB (idn)' dari 'A + (idn)'. 

Berdasarkan situs fitchratings.com, penurunan peringkat didasarkan pada peningkatan risiko likuiditas dan risiko pembiayaan kembali atau refinancing yang timbul dari ketidakpastian sehubungan dengan perpanjangan pinjaman sindikasi Sritex senilai US$ 350 juta atau sekitar Rp 5 triliun (asumsi kurs Rp 14.526 per dolar AS) yang jatuh tempo pada Januari 2022. Peringkat ini telah ditempatkan di Rating Watch Negative (RWN).

RWN mencerminkan ketidakpastian pelaksanaan rencana pembiayaan kembali. "Peringkat Nasional 'BB' menunjukkan peningkatan risiko gagal bayar relatif terhadap emiten atau obligasi lain di negara atau serikat moneter yang sama," ungkap keterangan tersebut, dikutip pada akhir Maret 2021 lalu.  

Sementara Moody's juga telah menurunkan peringkat ke B3 dari B1 dengan peringkat untuk obligasi senior US$ 150 juta atau sekitar Rp 2,2 triliun tanpa jaminan yang jatuh tempo pada tahun 2024, yang diterbitkan oleh Golden Legacy Pte. Ltd. dan dijamin tanpa syarat dan tidak dapat ditarik kembali oleh Sritex dan anak perusahaannya.

Kedua, surat utang senior tanpa jaminan senilai US$ 225 juta atau sekitar Rp 3,3 triliun yang jatuh tempo pada 2025, dikeluarkan oleh Sritex dan dijamin tanpa syarat dan tidak dapat ditarik kembali oleh semua anak perusahaan yang beroperasi. 

Adapun Analis Moody's dan Analis Utama Sritex Stephanie Cheong menyatakan semua peringkat tetap dalam peninjauan untuk penurunan lebih lanjut.  "Penurunan peringkat mencerminkan likuiditas Sritex yang terus-menerus lemah dan meningkatnya risiko pembiayaan kembali karena penundaan yang berkelanjutan dan material lebih lanjut dengan latihan perpanjangan pinjamannya, "katanya, Senin, 22 Maret 2021. 

Sementara itu, Direktur Sri Rejeki Isman Allan M. Severino menuturkan emiten bersandi SRIL ini mengklarifikasi beberapa hal terkait penurunan peringkat dari dua lembaga pemberi rating utang tersebut. 

"Saat ini, PT Sri Rejeki lsman Tbk masih melanjutkan proses perpanjangan sindikasi dengan Mandated Lead and Arranger Bank (MLAB)," kata Allan, dalam keterbukaan informasi.

SRIL juga tengah menyiapkan proses pengajuan restrukturisasi utang perseroan.  Sekretaris Perusahaan SRIL Welly Salam mengatakan perseroan tengah melakukan diskusi dan pengkajian dengan Financial Advisor dan Legal Advisor dalam proses pelunasan pinjaman sindikasi.

“Kami juga memastikan bahwa hingga saat ini, perusahaan masih memenuhi financial covenant yang diberikan oleh setiap kreditur perseroan berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2020,” kata Welly dalam keterbukaan, Kamis, 15 April 2021.

Dilansir dari Bloomberg, emiten dengan kode saham SRIL ini berencana menunda pembayaran utang sampai menyerahkan rencana restrukturisasi kepada kreditur. Menurut sumber yang mengetahui persoalan ini, rencana tersebut akan diserahkan mulai 9 Agustus 2021.

Head of Corporate Communication SRIL Joy Citradewi mengatakan bahwa perseroan sedang mempersiapkan proposal restrukturisasi utang, namun tidak memberikan penjelasan lebih lanjut kepada Bloomberg. 

Seperti diketahui, perusahaan yang dikenal sebagai Sritex itu telah mencoba untuk memperpanjang jatuh tempo pinjaman dolar selama dua tahun hingga Januari 2024.  Pinjaman tersebut diumumkan pada tahun 2019 dan memiliki ukuran kesepakatan sebesar US$ 350 juta atau sekitar Rp 5,1 triliun, menurut data yang dikumpulkan oleh Bloomberg. 

Sritex mengatakan dalam pernyataan 22 Maret bahwa mereka berada dalam "posisi rentan" setelah lead arranger dan bookrunner yang diamanatkan memutuskan untuk menunda penandatanganan perpanjangan pinjaman, yang dijadwalkan pada 19 Maret, karena kejadian yang belum pernah terjadi sebelumnya. restrukturisasiPada awal bulan ini, perseroan mengatakan bahwa mereka menunjuk Helios Capital Asia dan Assegaf Hamzah & Partners sebagai perwakilan dalam proses restrukturisasi utang. []

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA