Reformasi Parpol Jadi Langkah Tepat Tingkatkan Kepercayaan Publik

Reformasi Parpol Jadi Langkah Tepat Tingkatkan Kepercayaan Publik

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Partai Politik (Parpol) saat ini menjadi institusi yang paling tidak dipercaya publik. Ironinya, meski tingkat kepercayaan rendah, parpol memiliki peranan membentuk kebijakan negara dan terlibat dalam konflik kepentingan di kalangan elite pemerintah.

Hal tersebut diungkapkan Direktur Media and Democracy Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Wijayanto, dalam diskusi Forum 100 Ilmuwan Sosial dan Politik, Kamis (8/4).

Wijayanto menyampaikan, kemunduran politik menyebabkan terjadinya reformasi partai sebagai solusi atas rendahnya tingkat kepercayaan publik terhadap Parpol.

"Karena meningkatkan kualitas parpol menjadi hal yang krusial dalam mendorong demokrasi substansial di Indonesia pada saat ini," ucap Wijayanto, dikutip Kantor Berita RMOLJabar.

Ia menerangkan, stagnasi parpol terdapat dalam reformasi di amandemen dan undang-undang. Sehingga, partai harus mengadopsi semua hal yang diatur dalam Undang-undang menjadi AD/ART masing-masing.

"Tetapi di poin ini, partai politik yang berjalan menurut amandemen justru menimbulkan permasalahan baru. Misalnya, terselenggaranya Pemilu secara langsung menumbuhkan politik uang yang mengakar hingga di tataran lokal," ungkapnya.

Menurutnya, hal tersebut semakin diperparah dengan kurang tercapainya kebijakan afirmatif dalam mengupayakan keterwakilan yang semakin merata, juga masalah lainnya.

"Namun, di sisi lain, reformasi partai politik tidak bisa hanya dilakukan oleh partai politik sendiri, karena sifatnya yang masih pragmatis dan situasi permasalahan internal dan eksternal yang kompleks," imbuhnya.

Sementara itu, peneliti politik LIPI, Aisah Putri Budiarti menerangkan, personalisasi parpol menjadi salah satu masalah terkait dengan kondisi yang kerap terjadi dewasa ini.

"Konflik yang timbul karena kentalnya personalisasi partai yang paling baru terjadi pada Partai Demokrat. Juga, sebelumnya dialami Golkar, PAN, dan PPP. Gerindra dan PDIP," paparnya.

Dengan memiliki personalisasi parpol yang kuat justru membawa keuntungan dalam konteks soliditas jangka pendek. Tetapi di saat figur sentral mundur dari kancah politik sementara tidak ada tokoh lebih kuat untuk menggantikannya, akan terjadi kegaduhan dan muncul konflik baru.

"Maka keretakan dapat terjadi dalam tataran internal. Hal tersebut sudah terbukti dari kasus yang dialami oleh partai Demokrat dengan konflik terkait AHY belakangan ini," jelasnya.

Menariknya, terang Aisah, problem personalisasi partai tersebut tidak hanya muncul karena masalah internal, tetapi juga eksternal. Yakni, presidensialisme yang memberikan karakter sistem politik personal, sementara Pemilu memberi ruang stimulus personalisasi parpol.

"Sehingga, reformasi partai politik tidak bisa dilakukan hanya oleh partai itu sendiri. Sebagai masyarakat sipil, pengawasan dan evaluasi menjadi poin penting dalam mengawal reformasi partai politik," tandasnya.[rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita