Tolak Impor Garam, Serikat Nelayan NU: Kami Hanya Dijadikan Objek Politik tapi Selalu Termarjinalkan

Tolak Impor Garam, Serikat Nelayan NU: Kami Hanya Dijadikan Objek Politik tapi Selalu Termarjinalkan

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Rencana pemerintah yang akan meningkatkan impor komoditas garam sebesar 3,07 ton pada 2021 mendapat penolakan dari Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama (SNNU).

"Sesuai RPJMN, pada tahun 2021, produksi garam nasional adalah 3 juta ton, sedangkan kebutuhan nasional berkisar pada angka 4 juta ton. Jika kita impor 3 juta ton lalu petani mau makan apa? Anak-anak mereka mau sekolah pakai apa?" tegas Ketua Umum SNNU Witjaksono diberitakan Kantor Berita RMOLJateng, Rabu (24/3).

Menurut Witjaksono, jika impor dibiarkan, maka petani adalah pihak yang dirugikan dan lahan garam termasuk petani akan alih fungsi.

Lebih lanjut ia menjelaskan, para petani garam di Indramayu, Cirebon, Jawa Barat, Jawa Timur dan dari Nusa Tenggara Timur resah dengan rencana impor. Mereka juga takut produksi garam mereka tidak terserap pasar.

"Bahkan, harga di tingkat petani mencapai Rp 100-300 per kilogramnya. Kondisi itu jelas sangat meresahkan, apalagi daerah-daerah ini memproduksi lebih dari separuh produksi garam nasional," ujarnya.

Menurut perhitungan SNNU yang melibatkan 28 pengurus wilayah dan 355 cabang di seluruh  Indonesia, maka seharusnya pada tahun ini impor tidak lebih dari 1 juta ton. Sebab stok di petani cukup banyak.

Dijelaskan, jumlah warga Nahdliyin setidakya 110 juta, dimana hanya sekitar 10 % yang tingal di perkotaan, sisanya tinggal di pedesaan, pegunungan dan pesisir. Setidaknya ada 40-60 juta masyarakat Nahdliyin yang tinggal di pesisir, berprofesi sebagai nelayan, pekerja dan pelaku usaha kelautan dan perikanan.

"Selama ini masyarakat kecil, terutama warga Nahdliyin hanya didjadikan sebagai objek di dalam perpolitikan nasional dan selalu termarjinalkan tatkala bicara perekonomian nasional. Politisi hanya hadir di kala Pemilu dan para pengusaha hanya menjadikan masyarakat sebagai objek sasaran pasar mereka," keluhnya.  

Seharusnya, pemerintah turut membantu masyakat agar lebih berpihak pada masyarakat kecil dengan menjadikan mereka sebagai pelaku usaha yang terkoordinir secara korporasi maupun koperasi sesuai arahan Presiden Joko Widodo.

Jika permasalahannya ada pada harga yang lebih mahal daripada impor, maka pemerintah perlu turun langsung, berantas para mafia garam atau tengkulak nakal. Lakukan operasi pasar, subsidi bisa juga menjadi opsi.  

Data yang dihimpun dari Badan Pusat Statistik, pada 2020 impor naik drastis setelah pertengahan tahun, tepatnya bulan Agustus. Dalam kurs rupiah ke dolar AS Rp 14.000, maka harga pembelian dari luar negeri berkisar di atas Rp 1.000, dari China mencapai Rp 1.500 per kg, sedangkan hari ini harga di petani Indonesia Rp 100-300 per kg.

Oleh karenanya, SNNU mendesak pemerinah segera menetapkan Standar Harga Garam Nasional minimal Rp 700-1000 per kg. Pemerinah juga didesak  berhenti melakukan impor garam dalam target dua tahun sejak hari ini atau maksimal pada bulan Agustus tahun 2023. []
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita