Tanggapi Mahfud, Jimly: 'Salus Populi Suprema Lex Esto' Belum Bisa Digunakan

Tanggapi Mahfud, Jimly: 'Salus Populi Suprema Lex Esto' Belum Bisa Digunakan

Gelora News
facebook twitter whatsapp




GELORA.CO - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie menilai pemerintah saat ini belum bisa menggunakan asas 'Salus Populi Suprema Lex Esto' untuk melanggar konstitusi di tengah penanganan Covid-19.

Penjelasan itu disampaikan merespons pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan, Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang sebelumnya menyebut bahwa konstitusi bisa dilanggar jika demi keselamatan rakyat.

Jimly menerangkan, asas 'Salus Populi Suprema Lex Esto' atau 'Keselamatan Rakyat Merupakan Hukum Tertinggi' hanya bisa digunakan ketika pemerintah menetapkan keadaan darurat. Sedangkan saat ini, pemerintah tidak sedang menerapkan status darurat tersebut di tengah penanganan pandemi.

"Artinya yang dipakai harus hukum tata negara normal, maka asas 'salus populi suprema lex' tidak bisa gunakan, fasilitas yang tersedia untuk nyimpang dari UUD," terang Jimly melalui akun pribadinya di Twitter, Kamis (18/3) malam.

Jimly pun menjelaskan, asas 'Salus Populi Suprema Lex Esto' harus dibaca berdasarkan penerapan Pasal 12 UUD 1945. Pasal ini mengatur ketentuan mengenai keadaan darurat

"Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan Undang-undang," demikian bunyi Pasal 12 UUD 1945.

Di luar itu, menurut Jimly, pemerintah dilarang melanggar UUD.

Sedangkan saat ini, dia melanjutkan, sejumlah UU yang menjadi dasar pemerintah menangani Covid-19 tak satu pun memberikan status keadaan darurat seperti diizinkan Pasal 12 UUD '45. Dengan demikian, kata Jimly, pemerintah tidak berhak melanggar konstitusi sebagai dalih penanganan pandemi.

Karena itu menurutnya pemerintah mestinya kini tak perlu ragu menetapkan status keadaan darurat jika asas izin melanggar hak konstitusi hendak diberlakukan. Termasuk dengan cara menerbitkan peraturan pemerintah pengganti UU (Perppu) untuk mengganti UU 1959 Keadaan Bahaya juncto UU Perppu 1960 sebagai dasar keadaan darurat yang dinilai telah tertinggal.

"Maka, tidak usah ragu terapkan keadaan darurat. Kalau UU/Perpou Keadaan Bahaya 1959 jo UU Perppu 1960 dinilai ketinggalan, ubahlah dengan Perppu baru," katanya.

Asas 'Salus Populi Suprema Lex Esto' sebelumnya disinggung Menko Polhukam Mahfud MD dalam kaitannya dengan penanganan pandemi di Indonesia.

Prinsip itulah yang menurut Mahfud kini diterapkan pemerintah dalam mengatasi pandemi. Pemerintah, kata dia, telah banyak mengalokasikan anggaran untuk menyelamatkan rakyat melalui sejumlah cara.

"Keselamatan rakyat hukum tertinggi. Kalau kamu ingin menyelamatkan rakyat boleh kamu melanggar konstitusi, bahkan itu ekstremnya," kata Mahfud Markas Kodam V/Brawijaya, Surabaya, Rabu, (17/3). (*)

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA