Seru! Bisa El Clasico SBY vs Jokowi di 2024 Jika Jabatan Presiden Boleh 3 Periode

Seru! Bisa El Clasico SBY vs Jokowi di 2024 Jika Jabatan Presiden Boleh 3 Periode

Gelora News
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO -  Mantan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono mengatakan bila masa jabatan presiden boleh tiga periode maka Joko Widodo (Jokowi) dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berpeluang untuk maju di Pilpres 2024.

"Bisa el clasico SBYvs Jokowi di Pilpres 2024 kalau jabatan presiden boleh tiga periode. Seru, seru, seru nih," kata Arief dalam keterangannya, Sabtu (13/4).

Oleh karena itu, Arief mengatakan bahwa aturan masa jabatan presiden yang hanya boleh dua periode dalam Pasal 7 UUD NRI 1945 sepertinya harus ditinjau kembali.

Menurutnya, masa jabatan presiden hanya boleh dua periode itu tidak memenuh unsur kebutuhan bagi negara agar pemerintahan eksekutif bisa lebih efektif dalam menjalankan janji-janji kampanyenya saat pilpres.

"Karena itu amendemen UUD NRI 1945, khususnya Pasal 7 yang menyebut jika presiden dan wapres menjabat lima tahun dan bisa dipilih kembali pada periode selanjutnya perlu dilakukan (peninjauan) kembali," ungkpanya.

Arief mengatakan dengan diperbolehkannya seseorang menjabat sebagai presiden untuk tiga periode yang terpilih melalui pilpres, maka akan membuka pintu bagi Jokowiuntuk maju lagi di Pilpres 2024.

"Begitu juga kans Susilo Bambang Yudhoyono untuk kembali maju sangat terbuka lebar di Pilpres 2024," papar Arief.

Dia menilai aneh bila masa jabatan hanya boleh dua periode, sedangkan anggota legislatif tidak terbatas. "Masa jabatan seorang anggota legislatif, kok tidak ada batasannya," kata dia.

Arief lantas mempertanyakan apa dasarnya, atau copy paste dari mana terkait masa jabatan presiden dua periode saat amendemen UUD NRI 1945 dilakukan pada era reformasi.

"Kalau mencontoh Amerika Serikat ya nggak bener dong, karena kan di Amerika Serikat hanya ada dua partai politik dalam setiap pemilu, sedangkan di Indonesia jumlahnya puluhan," kata dia.

Pada akhirnya, lanjut Arief, setiap presiden terpilih di Indonesia tidak pernah diusung oleh partai yang memliki mayoritas kursi di parlemen.

"Yang pada akhirnya, setiap presiden terpilih tidak pernah langsung bisa bekerja di tahun pertama dan kedua, di mana harus bongkar pasang kabinetnya," ungkapnya.

Apalagi, aktivis buruh itu melanjutkan bahwa iklim stabilitas internal partai politik di Indonesia bisa dikatakan tidak stabil.

"Ada yang tahu-tahu KLB ganti ketua umum dan pengurus. Kemudian (ada yang) mengganti kader partainya yang duduk di kabinet, karena kadernya itu bukan faksi dari ketua umum atau pengurus yang terpilih," kata Arief Poyuono mencontohkan. []

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA