Pendeta Katolik Dilaporkan Lakukan Pelecehan terhadap 10.000 Anak di Bawah Umur Sejak 1950

Pendeta Katolik Dilaporkan Lakukan Pelecehan terhadap 10.000 Anak di Bawah Umur Sejak 1950

Gelora News
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO - Pendeta Katolik di Prancis dilaporkan melakukan pelecehan seksual setidaknya 10.000 anak di bawah umur dan orang rentan lainnya sejak 1950.

Komisi Independen Pelecehan Seksual di Gereja (CIASE) "memperkirakan umlah korban bisa mencapai 'setidaknya sepuluh ribu.

Melalui pernyataan yang dirilis pada Senin (1/3), komisi tersebut mengatakan sejauh ini telah menerima 6.500 kesaksian, yang menyangkut setidaknya 3.000 korban yang berbeda.

Presiden CIASE Jean-Marc Sauvé, mengatakan tidak diketahui pada tahap ini berapa persentase dari semua korban yang telah bersaksi kepada komisi.

"Sangat mungkin jumlah korban setidaknya mencapai 10.000. Pekerjaan yang sedang berlangsung, dan khususnya survei terhadap masyarakat umum, akan memungkinkan untuk menentukan jumlahnya," katanya.

Komisi itu dibentuk pada 2018 oleh hierarki Gereja Katolik Prancis dan lembaga keagamaan setelah skandal pelecehan terungkap.

Komisi ini dibiayai konferensi Uskup Katolik Prancis, tetapi para anggotanya tidak dibayar dan tidak menerima instruksi dari Gereja. Arsip keuskupan dan lembaga keagamaan dapat diakses oleh komisi.

Komisi ini dijadwalkan untuk menyampaikan laporan akhir pada musim gugur 2021.

Pada Mei 2019, Paus Fransiskus mengeluarkan aturan global untuk melaporkan pelecehan seksual di Gereja Katolik, mengamanatkan untuk pertama kalinya semua keuskupan mengatur sistem untuk melaporkan pelecehan dan keterbukaan.

Aturan tersebut mengharuskan semua keuskupan Katolik di seluruh dunia untuk memiliki sistem "publik dan dapat diakses".

Norma tersebut mencakup prosedur internal Gereja Katolik, bukan masalah pelaporan pelecehan atau menutupi otoritas sipil, dan harus diikuti oleh semua keuskupan.

Uskup Agung Charles Scicluna, penyelidik utama pelecehan seksual di Vatikan, mengatakan kepada CNN jika aturan baru itu menambah lapisan akuntabilitas bagi para pemimpin gereja.

"Pertama-tama kepemimpinan itu tidak di atas hukum dan kedua bahwa kepemimpinan perlu tahu, kita semua dalam kepemimpinan kita perlu tahu, bahwa jika orang-orang mencintai Gereja mereka akan mencela kita ketika kami melakukan sesuatu yang salah,” ungkapnya. []

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA