Komnas HAM: Jika TP3 Ada Bukti Eksekutor Lain Kasus Km 50, Bawa ke Polisi

Komnas HAM: Jika TP3 Ada Bukti Eksekutor Lain Kasus Km 50, Bawa ke Polisi

Gelora Media
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO - Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan atau TP3 6 Laskar FPI menduga ada eksekutor lain dalam peristiwa di Km 50 tol Jakarta-Cikampek akhir tahun lalu. Komnas HAM meminta TP3 membawa temuan itu ke polisi jika memiliki bukti.

"Kalau TP3 menyampaikan ada kemungkinan eksekutor lain dan memiliki bukti yang memperkuat hal tersebut sebaiknya dibawa ke polisi untuk menambah lengkapnya penyidikan kepolisian terkait peristiwa Karawang tersebut," kata Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, ketika dihubungi, Jumat (12/3/2021).

Selama melakukan proses investigasi, Beka dan tim tidak menemukan eksekutor lain atau ciri yang dimaksud oleh TP3. Hanya saja, Komnas HAM menemukan pasukan bersenjata yang bersiaga di beberapa titik untuk pengamanan jalur vaksin COVID-19.


"Temuan Komnas adalah ada pasukan bersenjata yang bersiaga di beberapa titik sepanjang jalan tol, tetapi pasukan tersebut untuk pengamanan jalur vaksin dari Bandara Soekarno Hatta menuju Biofarma Bandung," ujarnya.

Sebelumnya, TP3 menduga ada eksekutor lain dalam peristiwa di Km 50 tol Cikampek, 7 Desember 2020. Adu tembak yang terjadi dan selongsong peluru di TKP kemungkinan tak cuma milik polisi dan anggota laskar tapi juga pihak lain. Hal ini, menurut Ketua TP3 Abdullah Hehamahua berdasarkan keterangan sejumlah saksi mata yang didapatkan di sekitar lokasi.

"Harus diperhatikan bahwa pada sore hari, 6 Desember, di kilometer 50 ada orang berpakaian hitam membawa senjata laras panjang. Ini siapa?" kata Abdullah Hehamahua kepada tim Blak-blakan detikcom, Kamis (11/3/2021).

Abdullah Hehamahua merujuk pengalamannya selama di KPK. Pada 2009, kata dia, Ketua KPK Antasari Azhar menjadi tersangka kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjara Nasrudin Zulkarnain. Ternyata di persidangan terungkap tersangka eksekutor yang disewa gagal menunaikan tugas karena pistol macet. Tapi Nasrudin tetap tewas dengan peluru di bagian kepala.

"Jadi peluru yang mengenai korban adalah dari sniper, jarak jauh. Kalau bukan ahlinya tak mungkin tertembak karena mobil sedang bergerak. Jadi, kenapa Komnas HAM tidak mengambil pelajaran dari kasus tersebut, bahwa peluru itu bisa punya polisi, FPI, tapi juga bisa punya kelompok lain?" papar Abdullah Hehamahua yang menjadi penasihat KPK pada 2005-2013.(dtk)

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA