Muhammadiyah Tolak Pemilu Serentak 2024: Overdosis Demokrasi

Muhammadiyah Tolak Pemilu Serentak 2024: Overdosis Demokrasi

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah menggelar diskusi tekait 'Pemilu dan Pilkada 2024 : Reaslistiskah?' pada Minggu (7/2).

Wakil Ketua LHKP PP Muhammadiyah, Ridho al-Hamdi, dengan tegas mengatakan Pemilu Serentak 2024 tidak realistis untuk dilaksanakan. Sebab ia mengatakan dosis terhadap demokrasi terlalu tinggi.

"Jadi apakah realistis? Tidak, karena dosisnya terlalu tinggi. Kelelahan tidak hanya dihadapi penyelenggara, partai politik, karena tidak ada evaluasi kaderisasi dari pemilihan karena 2024 bertumpuk dan masyarakat lelah dan melihat ini tidak jadi baik," kata Ridho.

"Kita hindari karena demokrasi tidak akan optimal ini. Kalau dosis demokrasi Pilkada borongan, dosis jadi berlebih kemudian publik lelah berdampak terhadap ketidakpercayaan publik," tambah dia.

Ridho yang juga dosen di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu kemudian membuka pelaksanaan Pemilu 2019 di mana banyak petugas KPPS meninggal dunia. Ini menjadi catatan serius terhadap keseriusan bagaimana pemerintah melaksanakan Pemilu.

"Berkaca Pemilu Serentak 2019 di mana data yang dipaparkan IDI poinnya banyak korban kelelahan penyelenggara di tingkat bawah, sehingga rekrutmen KPPU tidak menjadi perhatian serius. Beban berat, gaji rendah, ini berdampak pada anggaran besar, sehingga kesehatan psikis menjadi pertimbangan," ucap dia.

Selain itu, juga merujuk data dari indeks demokrasi yang dikeluarkan oleh freedom house, Ridho menyebut indeks demokrasi Indonesia terus mengalami penurunan tiap tahunnya.

"Indeks demokrasi dari Freedom House sejak 2014 Indonesia melemah pada kebebasan sipil. Pada 2006 sempat membaik meski presidennya  dari militer tapi puncak keserantakan terjadi pada 2014-2019. Kita lihat setelah Prabowo Jokowi sampai pascapemilu sampai detik ini dampak psikososial ke bawah masih terjadi bahkan di Sulsel ada kejadian makam dipindah karena beda pilihan," tutur Ridho.

Maka dari itu, Ridho mengatakan sebaiknya Pemilu Serentak 2024 tidak digelar. Meski hal itu berdampak baik terhadap efisiensi anggaran, tapi tidak terhadap dampak sosial dan psikologis masyarakat.

"Poinnya Pemilu Pilkada grosir sangat tidak mungkin karena dosisnya tinggi, demokrasi kita jadi tidak stabil tapi ekstrem. Harus kita hindari agar kesehatan demokrasi NKRI tak kelebihan dosis, kita tidak lanjutkan serentak supaya kita bisa evaluasi," tutup dia. []
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita