Bank Dunia: Banyak Negara Alami Krisis Utang dan Tak Bisa Bayar; Indonesia Termasuk?

Bank Dunia: Banyak Negara Alami Krisis Utang dan Tak Bisa Bayar; Indonesia Termasuk?

Gelora News
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO - Bank Dunia menyebut banyak negara mengalami ketergantungan dengan utang dan tak bisa membayar. Hal ini terjadi akibat pandemi virus corona yang menekan ekonomi seluruh negara. 

Direktur Pelaksana Bank Dunia, Mari Elka Pangestu, mengatakan bahwa selama pandemi ini banyak negara dan perusahaan bisa bertahan hanya karena utang. Hal ini karena adanya lockdown di sejumlah negara, sehingga aktivitas ekonomi ikut terhenti.  

"Isu lain selama pandemi, satu tahun lockdown, banyak perusahaan dan banyak negara yang survive dengan berutang," ujar Mari dalam webinar Forum Diskusi Salemba 46, Sabtu (30/1).  

Dia melanjutkan, banyak negara menunjukkan debt stress atau utang yang tak habis-habis dan krisis yang lebih panjang. Bahkan negara-negara tersebut tak lagi mampu untuk membayar utang.  

"Berapa lama utang bisa dipertahankan segi level usaha dan negara, apakah akan ada masalah  negara yang tidak bisa bayar utang dan sudah dalam ukuran dept stress," katanya.  

"Ada banyak negara tunjukan dept stress dan lebih panjang krisis, akan lebih  besar kemungkinan dept overhang and debt crisis negara," lanjut Mari.  

Sayangnya, ia tak secara spesifik menyebutkan negara mana saja yang mengalami debt stress dan menyebabkan debt overhang. 

Debt overhang merupakan kondisi di mana suatu negara memiliki utang dalam jumlah yang cukup besar. Saking besarnya utang tersebut, negara itu tak mampu lagi menarik utang baru, meskipun utang tersebut baik untuk negaranya.  

Sementara debt crisis adalah kondisi suatu negara yang kehilangan kemampuan membayar utang. Ini terjadi akibat pendapatan negara yang jauh lebih kecil dari pengeluaran dalam jangka waktu yang cukup lama.  

Untuk itu, Mari menyarankan agar negara mulai mengurangi defisit fiskal secara bertahap. Salah satu caranya adalah mengurangi stimulus fiskal yang selama ini dinilai tak efektif, sehingga harapannya pemulihan ekonomi bisa kembali pulih.  

"Saat ini semua negara lakukan fiscal stimulus dan quantitative easing dan bank sentral lebih government bond. Karena fiscal deficit sudah terlalu tinggi, kita harus kurangi fiskal stimulus, harapannya mulai recovery dan pelan-pelan stimulus ditarik," tambahnya. []

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA