Ogah Disuntik, Presiden Brasil Sebut Vaksin Corona Bisa Ubah Orang jadi Buaya

Ogah Disuntik, Presiden Brasil Sebut Vaksin Corona Bisa Ubah Orang jadi Buaya

Gelora News
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO - Presiden Brasil Jair Bolsonaro kembali melontarkan pernyataan kontroversial untuk menentang vaksin virus corona. Ia mengklaim vaksin yang dikembangkan oleh Pfizer-BioNtech bisa mengubah orang menjadi buaya atau membuat wanita jadi berjenggot.

Dilansir dari AFP, pemimpin sayap kanan ini skeptis terhadap virus corona sejak pertama kali muncul pada akhir tahun lalu. Ia menyebutnya hanya 'flu ringan'. Pekan ini, orang nomor satu di Brasil tersebut bersikeras tidak mau divaksin, meski negara yang dipimpinnya bersiap meluncurkan program vaksinasi massal.

"Dalam kontrak Pfizer sangat jelas, 'kami tidak bertanggung jawab atas efek samping apa pun'. Jadi, jika Anda berubah menjadi buaya, itu masalah Anda," ujarnya pada Kamis (17/12).

Vaksin tersebut telah diuji coba di Brasil selama berminggu-minggu dan telah digunakan di Amerika Serikat (AS) serta Inggris.

"Jika Anda jadi manusia super, jika wanita mulai tumbuh jenggot, atau jika pria mulai berbicara dengan suara seperti banci, mereka akan lepas tangan," sambungnya merujuk pada produsen vaksin.

Saat meluncurkan kampanye imunisasi pada Rabu (16/12), Bolsonaro mengklaim vaksin ini akan gratis, tetapi tidak wajib. Namun, sehari kemudian, Mahkamah Agung memutuskan vaksin tersebut wajib, meski tidak bisa 'dipaksakan'. Artinya, pihak berwenang dapat mendenda orang yang tidak divaksinasi dan melarang mereka dari ruang publik tertentu, meski tidak memaksa mereka untuk disuntik.

Menurut Bolsonaro, begitu vaksin telah disertifikasi oleh badan regulasi Brasil Anvisa, itu akan tersedia untuk semua orang yang menginginkannya.

"Tapi saya tidak akan divaksinasi. Sebagian orang menyebut saya memberikan contoh yang buruk. Namun, kepada orang-orang dungu, kepada orang-orang bodoh yang mengatakan itu, saya beri tahu bahwa saya sudah tertular virus itu. Saya sudah punya antibodinya, jadi mengapa harus divaksinasi?" ungkapnya.

Bolsonaro tertular virus pada Juli, kemudian pulih dalam 3 pekan. Ada sejumlah kecil kasus infeksi ulang yang jelas, meski belum ada kepastian apakah seseorang dapat terinfeksi kembali atau berapa lama kekebalan dapat bertahan.

Sementara itu, Brasil telah mencatat lebih dari 7,1 juta kasus dan 185 ribu kematian akibat COVID-19 di antara 212 juta penduduknya. Puncaknya terjadi pada bulan Juni hingga Agustus, kemudian telah menurun.

Namun, hal itu berubah sejak bulan November. Negara ini tengah diterjang gelombang kedua infeksi COVID-19. Pada Kamis (17/12), Brasil melampaui 1.000 kematian setiap hari akibat COVID-19 untuk pertama kalinya sejak September.
Program imunisasi di sana pun menuai banyak kritik karena dinilai terlambat dan kacau, apalagi ditentang oleh presidennya sendiri.[]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA