Tak Puas Dengan Hasil Pemilu, Ribuan Pendukung Partai Oposisi Georgia Tuntut Pemungutan Suara Ulang

Tak Puas Dengan Hasil Pemilu, Ribuan Pendukung Partai Oposisi Georgia Tuntut Pemungutan Suara Ulang

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Jalan raya utama ibu kota Tbilisi, Georgia, berubah menjadi lautan bendera merah-putih lima salib pada Minggu (8/11) waktu setempat, ketika ribuan pengunjuk rasa bermasker berkumpul di luar parlemen untuk menuntut pemungutan suara cepat di negara bekas Soviet itu.

Tuntutan para pendukung oposisi itu datang setelah sejumlah pejabat oposisi menuduh Partai Georgian Dream, yang saat ini berkuasa, mencurangi pemilihan parlemen yang telah diperebutkan dengan ketat.



Georgia atau Republik Sosialis Soviet Georgia adalah sebuah negara di Eropa Timur. Bekas republik di Uni Soviet ini berbatasan dengan Rusia di sebelah utara, Turki dan Armenia di sebelah Selatan, serta Azerbaijan di sebelah Tenggara.  

Partai Georgian Dream yang dipimpin oleh miliarder yang juga mantan perdana menteri Bidzina Ivanishvili - yang memenangkan pemilihan 31 Oktober dengan margin dua persen - dengan tegas membantah tuduhan kecurangan pemilu.

Tetapi semua partai oposisi Georgia telah menolak untuk memasuki parlemen baru, yang memicu kekhawatiran akan krisis politik lain di negara Laut Hitam di mana pemilihan umum sering kali diikuti oleh tuduhan penipuan dan demonstrasi massal.

Dalam unjuk rasa gabungan yang belum pernah terjadi sebelumnya itu, mantan presiden Mikheil Saakashvili yang diasingkan oleh Gerakan Nasional Bersatu (UNM) dan kini jadi tokoh oposisi utama negara itu, setuju dengan kelompok oposisi yang lebih kecil untuk membentuk pemerintahan koalisi jika dirinya terpilih.

"Kami menuntut penggantian administrasi pemilihan yang benar-benar didiskreditkan dan diadakannya pemungutan suara baru," kata salah satu pemimpin UNM, Salome Samadashvili, seperti dikutip dari AFP, Minggu (8/11).

"Ini akan memungkinkan untuk menjaga stabilitas di negara," katanya, sedaya menambahkan bahwa "Georgian Dream telah gagal menerima mandat demokrasi untuk tetap berkuasa."

Sementara itu, Perdana Menteri Giorgi Gakharia dari Georgian Dream mengatakan pemilihan itu menandai "tonggak penting lainnya dalam perkembangan demokrasi Georgia" dan mengkritik oposisi karena melakukan demonstrasi massal di tengah pandemi virus corona.

Gakharia, yang dinyatakan positif mengidap virus, telah melakukan isolasi sendiri selama seminggu dan mengumumkan berlakunya jam malam mulai Senin (9/11).

Georgia kini telah melihat peningkatan cepat kasus harian virus corona baru setelah mereka mencabut penguncian pada bulan September yang bertujuan untuk menahan penyebaran penyakit.

Pemantau internasional dari Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE) mengatakan pemungutan suara itu 'jauh dari sempurna' tetapi 'kebebasan fundamental dihormati'.

Pengamat pemilu lokal melaporkan banyak kasus penjejalan surat suara, hasil pemungutan suara berganda, dan hasil rekayasa.

"Pemerintah Georgia telah gagal memenuhi standar demokrasi selama pemilihan," kata 27 kelompok hak asasi dalam pernyataan bersama, seperti dikutip dari Yahoo, Senin (9/11)

Amerika Serikat dan Uni Eropa telah menyerukan "proses hukum yang kredibel dan inklusif untuk memperbaiki pelanggaran pemilu yang terbukti."(RMOL)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita