Ombudsman Juga Bandingkan Penanganan Massa HRS dengan Kerumunan Pilkada

Ombudsman Juga Bandingkan Penanganan Massa HRS dengan Kerumunan Pilkada

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Ombudsman RI menyoroti penanganan terhadap kerumunan yang terjadi dalam acara Habib Rizieq Syihab. Ombudsman juga membandingkan dengan kerumunan Pilkada 2020 di sejumlah daerah yang dinilai belum mendapatkan sanksi tegas.
"Pemerintah daerah, Indonesia ini bukan hanya DKI Jakarta yang terus membiarkan kerumunan massa. Begitu juga polda-polda, jajaran polisi, bukan saja DKI Jakarta. Justru yang terjadi di lebih dari 200 pemerintah daerah terjadi pemilihan kepala daerah, gubernur, wali kota, bupati. Hampir setiap hari terjadi kerumunan di sana. Tetapi saya kira ini belum ada tindakan sanksi apapun terhadap mereka," kata Anggota Ombudsman RI Laode Ida dalam acara d'Rooftalk yang tayang di detikcom, Rabu (18/11/2020).


Ida menyebut penegakan hukum dalam penanganan kerumunan di Pilkada masih menjadi persoalan. Menurutnya, penegakan hukum terkait protokol pencegahan COVID-19 dalam gelaran Pilkada belum terjadi di sejumlah daerah.

"Ini persoalan tersendiri. Relasi pemilihan kepala daerah dengan penegakan hukum yang menggunakan protokol COVID ini saya kira masih belum terjadi di beberapa daerah," ujarnya.

Ida pun menyoroti kerumunan massa juga terjadi di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, saat hari kepulangan Rizieq. Ia mempertanyakan tak adanya sanksi terhadap Kapolda Banten Irjen Fiandar seperti yang diberikan kepada eks Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana dan eks Kapolda Jawa Barat Irjen Rudy Sufahriadi.


"Terjadi kerumunan massa di Bandara. Bandara Cengkareng itu wilayah Banten. Jika perlakuannya sama sebenarnya dengan Jakarta, ini Pak Jenderal, maka peristiwa kerumunan terjadi di Banten itu mestinya juga perlakuannya sama terhadap kapoldanya dengan DKI Jakarta dan Jawa Barat," tuturnya.

Ida mengatakan membeludaknya massa yang menjemput Rizieq memang tidak terduga. Hal itu, menurutnya, membuat jajaran kepolisian tidak bisa mengantisipasi kerumunan yang terjadi.

"Karena kedatangan Habib Rizieq ini sungguh tidak ada yang menduga. Meskipun saya kira komunitasnya Habib Rizieq sudah mempersiapkan diri untuk menjemputnya, tetapi di luar dugaan, sehingga tidak bisa mengantisipasi atau mencegah itu. Lagi-lagi ini urusan jajaran Polri dan masyarakat," ujarnya.



Dicopotnya dua kapolda imbas kerumunan massa Rizieq dinilai Ida sebagai sebuah keistimewaan. Ida mempertanyakan mengapa Banten mendapat pengecualian dari sanksi yang diberikan Polri.

"Kalau ini bisa dilihat sebagai suatu keistimewaan juga barangkali, kedatangan Habib Rizieq dengan massanya itu menjadikan 2 kapolda tersanksi, kecuali Banten. Padahal di sana kerumunan massa luar biasa saat itu. Kemudian di daerah lain juga terabaikan," ujar Ida.


Sebelumnya, sorotan terhadap kerumunan massa di acara Habib Rizieq Syihab terus mengemuka. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Front Pembela Islam (FPI) kompak membandingkan penanganan kerumunan massa tersebut dengan Pilkada Serentak 2020.

Anies membandingkan penanganan kerumunan massa di acara Habib Rizieq itu dengan penanganan Pilkada Serentak 2020. Anies menegaskan pihaknya sudah bersikap proaktif.

"Anda boleh cek wilayah mana di Indonesia yang melakukan pengiriman surat mengingatkan secara proaktif bila terjadi potensi pengumpulan. Anda lihat pilkada di seluruh Indonesia sedang berlangsung, adakah surat (resmi) mengingatkan penyelenggara tentang pentingnya menaati protokol kesehatan," ujar Anies.

FPI melempar sindiran soal penindakan bagi pelanggar protokol kesehatan di Pilkada 2020. Sindiran itu disampaikan menjawab pernyataan Menko Polhukam Mahfud Md yang menyebut bahwa orang yang sengaja melakukan kerumunan berpotensi menjadi pembunuh terhadap kelompok rentan.

"Teriring doa, semoga akan tegas juga kepada pelaku kerumunan saat pilkada ini," kata Ketua DPP FPI Slamet Maarif kepada wartawan, Senin (16/11).(dtk)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita