Gubernur Naikkan UMP, Pengusaha Ancam Potong Gaji Buruh

Gubernur Naikkan UMP, Pengusaha Ancam Potong Gaji Buruh

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Para pengusaha menyebut Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Nomor M/6/HI.00.01/v/2020 tentang Upah Minimum Provinsi (UMP) sudah tepat. Tujuannya adalah agar para pelaku usaha bisa mematuhi aturan batas upah minimum bagi buruh dan pekerja. Oleh karena itu, para pengusaha sangat menyayangkan beberapa provinsi yang tidak mematuhi surat edaran tersebut. Misalnya saja Provinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Timur hingga DKI Jakarta yang memutuskan tetap menaikan UMP bagi perusahaan yang tak terdampak Covid.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Hariyadi Sukamdani mengatakan, dengan adanya kenaikan UMP di beberapa provinsi yang menolak ini juga akan berpengaruh pada perusahaan dan pekerja. Bagi pekerja, kenaikan UMP konsekwensinya maka gaji pokok akan diturunkan. "Kalau upah minimum menjadi tinggi, nanti upah riil di bawah upah minimum. Itu yang terjadi sekarang," ujarnya saat ditemui di Kantor APINDO, Senin (2/11/2020).

Sedangkan para pengusaha juga tidak mampu untuk membayar upah yang sesuai dengan UMP. Apalagi di tengah pandemi ini, beberapa pengusaha bahkan sudah terbukti membayarkan upah di bawah UMP karena arus kas yang terdampak Covid-19. "Ini juga terjadi di banyak daerah terutama daerah-daerah yang upah minimumnya tinggi itu kebanyakan ketidakpatuhannya menjadi sangat besar karena tadi upah riilnya ternyaat dibawah upah minimum, itu," jelas Hariyadi.

Menurut Hariyadi, hal tersebut terjadi karena ada ketidakseimbagan antara permintaan dan penawaran. Karena para buruh menuntut upah tinggi namun pada kenyataannya pengusaha tak mampu memenuhinya . Oleh karena itu lanjt Hariyadi, SE Menaker ini sudah sangat tepat. Karena para pengusaha diwajibkan mematuhi standar UMP yang ditetapkan meskipun tidak mengalami kenaikan, sehingga upah ril yang diterima pun bisa sesuai dengan UMP atau bahkan di atas. "Itu menunjukkan tidak seimbangnya antara permintaan dan penawaran, jadi yang bisa memberikan nilai sedemikian itu relatif sedikit. Kebanyakan enggak bisa, akhirnya terjadi seperti ini," kaya Hariyadi. []
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita