Sri Mulyani Minta MK Tolak Uji Materi UU Penanganan Covid-19

Sri Mulyani Minta MK Tolak Uji Materi UU Penanganan Covid-19

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Pemerintah meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi atas Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19.

Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai wakil pemerintah memberikan sejumlah alasan kenapa MK perlu menolak uji materi terkait penerbitan UU 2/2020 tersebut.

Sri Mulyani menjelaskan, penerbitan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dimaksudkan untuk memberikan perlindungan bagi kehidupan masyarakat yang sangat nyata terancam dengan merebak dan menyebarnya Covid-19, baik dari aspek keselamatan jiwa karena ancaman kesehatan dan keselamatan, maupun kehidupan sosial dan perekonomian masyarakat.

Seluruh kebijakan di dalam UU Nomor 2 Tahun 2020, terutama kebijakan di bidang keuangan negara yang telah diimplementasikan saat ini, telah didasarkan pada asesmen dan menggunakan data faktual dampak ancaman Covid-19 bagi masyarakat dan negara.

Penjelasan tersebut diungkapkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati yang hadir menyampaikan Keterangan Pendahuluan Presiden atas Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 dalam Sidang Mahkamah Konstitusi yang diselenggarakan secara daring dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan, Jumat (9/10/2020).

“Pemerintah berpendapat bahwa Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 sama sekali tidak merugikan hak konstitusional para pemohon. Dengan demikian, pemohon tidak dapat memenuhi lima syarat kumulatif terkait kerugian hak dan atau kewenangan konstitusional untuk mengajukan pengujian undang-undang oleh Mahkamah. Justru sebaliknya, lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 merupakan upaya pemenuhan hak konstitusional para pemohon untuk mendapat perlindungan dan penghidupan yang layak pada saat terjadinya bencana luar biasa akibat pandemi Covid 19,” kata Sri Mulyani.

Dalam kesempatan tersebut, dirinya memaparkan latar belakang terbitnya Perppu Nomor 1 Tahun 2020. Kondisi yang sangat luar biasa atau extraordinary mendorong berbagai negara untuk melakukan langkah-langkah yang juga extraordinary di dalam rangka menyelamatkan masyarakat dan perekonomiannya, seperti melakukan kebijakan ekspansi fiskal, kebijakan moneter yang bersifat longgar, penurunan suku bunga Bank Sentral, disertai memompa likuiditas atau langkah quantitative easing, serta melakukan relaksasi regulasi di sektor keuangan.

Berbagai upaya ini dilakukan untuk bisa menjaga dan melindungi kehidupan masyarakat dan ekonomi.

“Perekonomian Indonesia telah mengalami tekanan berat bahkan dengan dimulainya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada pertengahan Maret. Langkah tersebut menyebabkan pertumbuhan ekonomi kuartal pertama turun menjadi hanya 2,97 persen dari biasanya di kisaran lima persen,” ujar dia.

Bahkan, gejolak pasar keuangan global menyebabkan arus modal keluar keluar dari pasar keuangan Indonesia sebesar Rp 148,8 triliun, kenaikan yield SUN 10 Tahun di atas delapan persen, pelemahan IHSG hampir 28 persen, nilai tukar rupiah sempat menyentuh Rp 16.000 per dolar AS, dan depresiasi 17,6 persen year to date pada akhir Maret 2020.

"Kondisi ekonomi kuartalan yang kemudian dilakukan PSBB secara ketat dan penuh menyebabkan perekonomian kita makin turun tajam pada kuartal II menjadi minus 5,3 persen. Dimana seluruh komponen perekonomian dari konsumsi rumah tangga, investasi, kegiatan ekspor impor mengalami kontraksi sangat tajam," katanya.

Untuk menangani penyebaran Covid-19 dan dampak sangat besar yang mengancam kondisi sosial perekonomian, maka dampak yang dapat menimbulkan domino effect yang bisa juga menimbulkan ancaman stabilitas sistem keuangan.

"Pemerintah bersama otoritas sektor keuangan memandang perlu melakukan langkah-langkah luar biasa atau extraordinary secara cepat dan signifikan," tambah Sri Mulyani.

Pelaksanaan langkah extraordinary dimaksudkan untuk menciptakan tindakan preventif dan melaksanakan penanganan Covid-19 yang memerlukan produk hukum yang memadai sebagai dasar pengambilan kebijakan.

Pemerintah bersama otoritas sektor keuangan berkeyakinan bahwa produk hukum yang paling memadai untuk mengatasi kondisi kegentingan memaksa akibat Covid-19 tersebut adalah dalam bentuk Perppu dengan mendasarkan pada ketentuan pasal 22 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 mengenai kegentingan memaksa.

“Dengan kondisi demikian, maka tujuan pembentukan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 sesungguhnya adalah sebagai wujud kehadiran negara dalam rangka menangani permasalahan pandemi Covid-19. Perppu Nomor 1 Tahun 2020 memberikan landasan hukum bagi Pemerintah di dalam menetapkan kebijakan dan langkah-langkah yang bersifat extraordinary di bidang keuangan negara maupun tindakan antisipatif forward-looking terhadap ancaman memburuknya perekonomian dan ancaman stabilitas sistem keuangan seiring dengan ketidakpastian dan belum berakhirnya penyebaran Covid-19,” pungkasnya.[sc]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita