Ragam Reaksi soal Usulan Ubah Jawa Barat Jadi Provinsi Tatar Sunda

Ragam Reaksi soal Usulan Ubah Jawa Barat Jadi Provinsi Tatar Sunda

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Usulan mengganti nama Jawa Barat (Jabar) menjadi Provinsi Tatar Sunda mengemuka. Ragam reaksi muncul dari berbagai pihak, termasuk kepala daerah di Jabar.

Wacana penggantian nama provinsi ini muncul setelah sejumlah tokoh Sunda menggelar Kongres Sunda di Aula Rancage Perpustakaan Ajip Rosidi,Jalan Garut, Kota Bandung, Senin (12/10). Acara ini dihadiri sejumlah tokoh Sunda di antaranya Memet H Hamdan, Maman Wangsaatmadja, Iwan Gunawan, Ridho Eisy, Dharmawan Harjakusumah (Acil Bimbo), Andri P Kantaprawira, Ganjar Kurnia (eks Rektor Unpad) dan Adji Esha Pangestu.

Pihaknya akan mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo berkaitan penggantian nama provinsi tersebut. Sebab, surat yang dikirimkan badan kongres kepada Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tak mendapatkan respons yang diharapkan.


Ketua Perubahan Nama Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Sunda, Adji Esha Pangestu mengatakan, kata 'Sunda' saat ini hanya dikenal sebagai bagian dari suku yang tinggal di wilayah Barat. Padahal menurut garis sejarah, Sunda mencakup wilayah geografis yang besar mencakup Pulau Jawa dan pulau-pulau lainnya.

"Tahun 1926 penjajah memberi nama menjadi West Java atau Jawa Barat, saat itu Sunda diberi nama itu untuk penataan perkebunan. Itu usaha mengadu domba masyarakat yang dulu solid, baik dari etnis Jawa, China dan India. Bersinergi kuat dan sulit dikendalikan oleh Belanda," ujar Adji.

Ketua SC Kongres Sunda Andri P Kantaprawira mengatakan penggunaan nama Sunda kembali, roh budaya dan karakter Sunda pun akan kembali. "Nama Jabar sekarang tidak punya spirit atau roh kebudayaan, Sunda itu toleran kok, suku atau bangsa-bangsa yang lain tidak ada masalah. Kita akan surat pak Jokowi, langsung ke Jakarta," kata Andri.



Anggota DPD RI dari Jawa Barat Eni Sumarni mengapresiasi keinginan para tokoh di Jabar untuk mengganti nama provinsi Jabar menjadi provinsi Sunda. Menurutnya, penggunaan istilah Sunda pernah ada di dalam peta dunia.

"Tokoh di Jabar ingin mengembalikan ada nama Sundanya, Sunda tidak hanya di Jabar, dulu ada Sunda Besar dan Sunda Kecil, dulu Kalimantan juga masuk Sunda Kecil. Intinya nama Sunda jangan hilang dari nama yang ada baik di nasional dan internasional, Sunda tetap ada adeg-adeg pangadegna," tutur Eni.

Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad mengatakan, perubahan nama provinsi ini adalah hal yang biasa. Seperti halnya Provinsi Gorontalo dan Provinsi Papua. "Dulu kita ada Irian Jaya, kemudian jadi Papua. Saya kira ini adalah hal yang biasa, keinginan itu sudah lama dan mereka mau membuat kongres soal budaya, saya pikir kita ketemu dan dialog. tugas MPR adalah menyerap aspirasi yang berkembang di masyarakat, nantinya kita sampaikan ke pak presiden," ujar Fadel.


Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menanggapi wacana sejumlah tokoh Sunda, yang ingin mengembalikan nama Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Sunda atau Tatar Sunda. Menurut pria yang akrab disapa Kang Emil itu, wacana itu boleh saja dilontarkan namun untuk mengganti nama provinsi yang telah ditetapkan sejak tahun 1926 itu bukanlah hal yang mudah.

Sebabnya, Jawa Barat merupakan melting pot atau tempat bercampurnya tiga budaya. Pertama Sunda Priangan, Kecirebonan yang bahasanya dominan menggunakan bahasa Jawa serta Betawi dengan bahasa dan budayanya yang juga khas.

"Saya harus melihat dulu secara fundamental, karena jabar itu kalau secara judul memang bukan lagi Jawa bagian barat, Jawa paling barat kan Banten. Sudut paling barat ya bukan Jabar, tetapi Banten. Tapi Jabar itu budaya ada tiga, ada Sunda Priangan, Kecirebonan yang bahasanya Jawa dan ada Betawi," ujar Ridwan Kamil usai melantik pengurus Baznas Provinsi Jawa Barat di Masjid Pusdai, Kota Bandung, Rabu (14/10).


Andai provinsi Jawa Barat berganti nama menjadi Tatar Sunda, kata Emil, tentunya kebijakan itu harus dipahami dan disepakati oleh warga Jabar di Cirebonan, maupun warga Jabar di daerah Betawi. "Kalau tidak ada kesepakatan, maka hidup ini tidak akan mashlahat, jadi saya istilahnya melihat sebuah wacana, silakan, tapi masih panjang perjalanannya karena harus dipahami dan disetujui oleh pihak yang merasa berbeda, kalau itu dihadirkan," ujar Kang Emil.

Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis menolak adanya wacana tersebut. Sebab masyarakat Jawa Barat beragam suku. Ujung timur Jawa Barat, atau pantura Jawa Barat, seperti Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon dan Indramayu dihuni suku Jawa, Cirebon dan lainnya.

"Saya perlu sampaikan, kita ini Indonesia. Jadi jangan mengeluarkan istilah yang bakal memicu pemisahan. Jawa Barat tetap Jawa Barat. Kalau kemudian diganti Sunda, nanti ada sebuah pemikiran yang berbeda dari (masyarakat) pantura, yang merasa tidak dianggap," kata Azis kepada awak media di Balai Kota Cirebon, Jalan Siliwangi Kota Cirebon, Jawa Barat, Rabu (14/10).(dtk)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita