KAMI bersama Jenderal dan Para Ulama Disebut akan Ikut Gabung Tolak Omnibus Law

KAMI bersama Jenderal dan Para Ulama Disebut akan Ikut Gabung Tolak Omnibus Law

Gelora News
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO - Dalam tiga empat hari belakangan ini elemen buruh dan mahasiswa sudah turun ke jalan menentang UU Cipta Kerja atau Omnibus Law. Jangan salah lho, gelombang elemen menolak Omnibus Law bakal bertambah, kemungkinan KAMI dan ulama demo Omnibus Law, tapi diyakini operasi rezim yang luar biasa bakal meredam gerakan perlawanan rakyat ini.

Setidaknya nanti kekuatan gerakan menolak Omnibus Law ini dilakukan tiga elemen. Nah selain elemen buruh mahasiswa, siapa dua elemen lainnya? Direktur Eksekutif Nusantara Centre, Yudhie Haryono menjelaskan dua elemen lainnya yaitu Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia dan elemen pemuka agama.

Dalam demo menolak Omnibus Law yang sudah terjadi, diramaikan oleh elemen buruh mahasiswa. Tapi Yudhie melihat elemen lain sudah mulai bergerak untuk menggandakan gelombang buruh mahasiswa.

“Elemen KAMI dengan mantan jenderal yang terlihat kritis mulai turun, sudah membaur. Besok (nanti) imbauan dari MUI serta kelompok keagamaan akan turun jalan masuk dalam gerbong buruh, KAMI dan mahasiswa,” ujar Yudhie kepada Hops, Kamis, 8 Oktober 2020.

Luar biasa operasi rezim

Pegiat ekonomi Pancasila itu melihat pertarungan melawan Omnibus Law ini medannya lumayan luas, namun dia menduga perlawanan ini bakal kalah alias tidak akan makin membesar. Musababnya, ada operasi rezim yang luar biasa untuk meredam gerakan rakyat ini.

“Jadi lapangannya (medan perlawanan) lumayan tapi tidak akan besar karena operasi ini luar biasa,” tutur Yudhie.

Operasi rezim yang dimaksud begitu masif, yaitu operasi partai politik pendukung pemerintah, operasi media massa, operasi konsolidasi TNI Polri, operasi infleuncer dan buzzer serta operasi uang dollar Singapura.

Kelima operasi ini, ujar Yudhie, menjadi ujian konsistensi gerakan perlawanan Omnibus Law.

Yudhie mengatakan operasi ini bisa saja menggoyahkan garis perjuangan para tokoh yang getol menolak Omnibus Law. Sebab kata dia ada beberapa elite saat ini yang tidak menjunjung tinggi sakralitas perjuangan melawan rezim. Makanya jangan kaget ya, kalau ada elite nanti tiba-tiba mengendur dan cenderung membela langkah rezim.

“Begitu ada operasi, dia (tokoh perlawanan) akan berada di sana (membela rezim). Kami belum melihat aura panjang dari pertarungan ini,” kata dia.

Yudhie mengatakan, gerakan menolak Omnibus Law saat ini mesti waspadai 5 operasi licik yang bakal membuat gerakan rontok dan redam.

Operasi tersebut yaitu pertama, partai politik di pemerintah bergerak melawan penolakan Omnibus Law. Kedua, terjadi rekonsolidasi TNI Polri bersama mendukung penuh pemerintah. Ketiga, operasi media massa. Keempat, kontra-narasi rezim atas penolakan Omnibus Law, dan kelima, operasi uang sukses Omnibus Law.

Yudhie menuturkan, jika kelima operasi ini berjalan, dia memastikan gerakan penolakan Omnibus Law bakal redam dengan cepat. Dia melihat cepat atau lambat, operasi tersebut bakal dijinakkan.

“Hari ini TNI Polri full mendukung pemerintah. Padahal harusnya mereka netral, ini malah 1000 persen bersama Pak Jokowi,” ujar pegiat ekonomi Pancasila tersebut.

Yudhie juga khawatir dengan operasi media massa, yang tidak komprehensif menguliti Omnibus Law.

“Operasi media besar terjadi sampai sekarang. Media besar tak berani panjang beritakan, hanya selintas-selintas saja,” ujarnya.

Baca juga: Aksi lucu waria ikut demo, jadi tontonan dan beri pesan nyelekit ke DPR

Operasi keempat, kata Yudhie, bakal merepotkan dalam pertarungan narasi.

“Operasi ini terjadinya wacana tanding dari influencer secara massif dengan menuduh, membunuh karakter orang yang terlibat dalam penolakan Omnibus Law,” katanya.

Beda dengan revolusi Filipina dan Iran

Yudhie melihat gerakan perlawanan pada rezim Jokowi saat ini belum sepenuhnya menjalankan misi suci berjihad melawan ketidakadilan. Yudhie mengatakan, saat ini gerakan perlawanan rezim defisit tokoh-tokoh atau elite yang suci serta anti duit.

Makanya wujud gerakan melawan Omnibus Law ini nanti, dalam prediksinya, tak akan mewujud seperti Revolusi Filipina yang dipimpin Kardinal Sin atau Revolusi Iran yang dipimpin Khomeini.

“Di sana, pemimpinnya (pemimpin revolusi) tak mau berada dalam sistem. Khomeini (pemimpin Revolusi Iran) menangi perlawanan (dalam Pemilu) tapi dia tak mau dalam sistem, memilih jadi guru bangsa,” jelas Yudhie. (*)

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA