Dibongkar Pengamat Intelijen UI, Tidak Ada Aktor Tunggal di Balik Demo Cipta Kerja

Dibongkar Pengamat Intelijen UI, Tidak Ada Aktor Tunggal di Balik Demo Cipta Kerja

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Tidak ada aktor tunggal yang menggerakkan massa untuk turun ke jalan menyuarakan penolakan terhadap UU Cipta Kerja.

Indikasi itu berdasarkan tindakan massa dalam aksi yang melakukan kekerasan dan penyerangan kepada aparat keamanan.

Demikain disampaikan pengamat intelijen dan keamanan Universitas Indonesia Stanislaus Riyanta, Rabu (14/10/2020).

“Kalau saya melihat dari apa yang terjadi saat ini, tidak ada aktor tunggal yang menjadi penyebab unjuk rasa, terutama yang melalkukan kekerasan dan serangan kepada aparat. Itu bukan aktor tunggal,” tegasnya.

Dalam hematnya, setidaknya ada tiga kelompok yang terlibat dalam aksi demo penolakan UU Cipta Kerja itu.

Kelompok pertama, adalah para mahasiswa dan buruh yang murni menyuarakan penolakan UU Cipta Kerja.

Sedangkan, kelompok kedua, adalah para pelajar dan masyarakat yang ikut-ikutan, karena terprovokasi informasi di media sosial.

“Kelompok inilah penumpang gelapnya,” ujarnya.

Salah satu ciri-cirinya adalah dari narasi yang disuarakan yang berbeda dengan apa yang menjadi substansi aksi demo dimaksud.

“Ketika buruh dan mahasiswa menyuarakan penolakan UU Cipta Kerja, tapi dia menyuarakan lengserkan presiden, anti-investasi dari etnis tertentu,” bebernya.

Menurutnya, kelompok kedua ini juga patut untuk diwaspadai.

“Nah, dia itu penumpang gelapnya. Ini memang harus diwaspadai,” tegasnya.

Sedangkan kelompok ketiga, sambungnya, juga adalah penumpang gelap.

Di antaranya adalah massa dari kelompok anarko dan massa dari Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang beberapa anggotanya sudah ditangkap kepolisian.

Kelompok Anarko, dinilai Stanislaus menjadi yang paling dominan sebagai pelaku kerusuhan.

Ciri kelompok ini adalah menyerang polisi dan membakar fasilitas umum.

Ia mengurai, kelompok anarko adalah orang-oran yang bertindak anarkis dan tidak mengakui adanya pemerintah.

“Cara dia tak mengakuinya dengan melakukan vandalisme atau perusakan. Kelompok ketiga ini cenderung politis,” jelasnya.

Karena itu, ia meminta polisi agar tidak usah ragu-ragu dalam bertindak tegas.

Jika memang sudah menemukan bukti kuat, maka polisi diharapkan cepat melakukan penangkapan dan memproses hukum para pelaku.

“Kalau sudah ada bukti kuat, langsung tangkap aja terus diproses. Yang penting ada bukti,”

“Jadi polisi bekerja berdasarkan bukti kan bukan asumsi,” tandas Stanislaus.[psid]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita