Negara Lain Tanggap Atasi Covid, Jokowi Dinilai Masih Gagap

Negara Lain Tanggap Atasi Covid, Jokowi Dinilai Masih Gagap

Gelora News
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO - Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menilai pemerintahan Jokowi masih gagap dalam menangani pandemi Covid-19 di saat negara-negara di dunia sudah tanggap mengatasi virus corona.

Agus mengaku kecewa dengan sikap Presiden Jokowi yang tak menunda penyelenggaraan pilkada di saat angka infeksi Covid-19 kian tinggi. Dengan rambu hijau dari kepala negara, ia menilai fokus pemimpin daerah sudah pecah, tak lagi konsen menangani pandemi, namun sibuk berkampanye.

"Pemerintah di seluruh dunia awal gagap memang tapi lalu bisa melakukan terobosan-terobosan. Kita gagap terus sampai hari ini. Saya kecewa soal pilkada, itu konsentrasinya di daerah pasti terpecah," kata dia dalam diskusi daring dengan tema 'PSBB Lagi', Sabtu (12/9).


Seharusnya, menurut Agus, Presiden tegas dan fokus mengutamakan kesehatan dan menunda pilkada hingga pandemi dapat teratasi. 


Tak heran Agus berujar demikian, karena belum juga masa kampanye dimulai, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengonfirmasi sebanyak 60 calon kandidat dinyatakan positif Covid-19. 


Diperkuat oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, 72 orang bakal calon petahana Pilkada Serentak tahun ini dinyatakan melanggar protokol kesehatan pencegahan Covid-19.

Permasalahan di daerah terkait Covid-19 tak sampai di situ, Agus menyebut banyak kepala daerah yang menutupi angka penyebaran virus corona. Ia mengambil contoh wilayah di sekitar Jakarta yang tak transparan dengan angka penyebaran pandemi.


Janggal, menurut dia, kalau ibu kota memiliki jumlah infeksi mencapai 1.000 kasus per hari, sedangkan provinsi tetangga seperti Banten, hanya melaporkan puluhan kasus harian.


"Data DKI bisa 1.000 orang, Banten 22-27 (orang), itu kan ada kecurigaan ahli riset yang harus diselesaikan. Jomplang dan tidak masuk akal, Banten kan besar sekali," ujarnya.


Ia sendiri mengaku mendukung rencana PSBB kembali, tak hanya di DKI tapi juga di wilayah penyangga dan provinsi lainnya yang tinggi angka infeksi. Namun, ia menyayangkan lemahnya koordinasi dan tak kompaknya perangkat pemerintah. 
"Menjadi perdebatan di publik kalau pemerintah kita tidak satu suara, semua punya kepentingan," ujarnya. (*)

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA