Imam Masjidil Haram Dikecam Usai Khutbah soal Israel-UEA

Imam Masjidil Haram Dikecam Usai Khutbah soal Israel-UEA

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Khutbah terbaru imam Masjid al-Haram di Makkah, Abdulrahman al-Sudais, menuai kontroversi dan kecaman. Khutbahnya dianggap seolah membenarkan normalisasi hubungan antara Israel dan negara-negara Arab.

Khutbah terakhirnya pada Jumat (4/9) lalu datang setelah diumumkannya kesepakatan antara Israel dan Uni Emirat Arab (UEA). Pernyataan al-Sudais lantas menuai serangan dan diskusi panas di sosial media. Banyak yang memandang khutbah sang imam sebagai awal dari hubungan diplomatik antara Arab Saudi dan Israel.

Apalagi belakangan ini, banyak pemimpin agama Muslim di Timur Tengah yang menentang normalisasi tersebut. Salah satunya, Mufti Agung di Yerusalem, yang mengundurkan diri dari Forum untuk Mempromosikan Perdamaian dalam Masyarakat Muslim yang berbasis di UEA. Ia mengundurkan diri sebagai bentuk protes terhadap dukungan organisasi tersebut untuk normalisasi dengan Israel.

Dalam khutbah Jumatnya, al-Sudais sebenarnya menekankan pentingnya dialog dan hubungan baik dengan non-Muslim, dengan membuat acuan spesifik untuk orang Yahudi. Dia juga mengajak umat untuk menghindari kesalahpahaman tentang keyakinan yang benar di hati yang sejalan dengan hubungan yang sehat dalam pertukaran antar pribadi dan hubungan internasional.

Al-Sudais kemudian mengutip beberapa kisah pribadi dari kehidupan Nabi Muhammad SAW, di mana yang terakhir dipandang sebagai pembina hubungan baik dengan non-Muslim.

"Ketika jalannya dialog manusia yang sehat diabaikan, bagian-bagian peradaban masyarakat akan bertabrakan, dan bahasa yang akan menjadi lazim adalah kekerasan, pengucilan dan kebencian," kata Sudais, dilansir di Asia News, Selasa (8/9).

Lebih lanjut, dia kemudian menekankan pentingnya kepatuhan kepada pemimpin dan otoritas, dan agar mewaspadai faksi dan kelompok yang sesat. Arab Saudi dan Israel memang tidak memiliki hubungan diplomatik.

Pihak berwenang Saudi baru-baru ini mengatakan, bahwa perjanjian perdamaian yang komprehensif adalah salah satu prioritas mereka. Namun, membangun hubungan diplomatik dengan Israel bergantung pada penyelesaian masalah Palestina.

Selama akhir pekan, Raja Salman melakukan percakapan telepon dengan Presiden AS Donald Trump. Raja Salman menegaskan kembali posisi Riyadh, yaitu solusi permanen untuk masalah Palestina sebagai titik awal dari "inisiatif perdamaian Arab", yang akan mencakup hubungan dengan Israel.

Terlepas dari kurangnya hubungan diplomatik resmi, Arab Saudi dan Israel telah terlibat dalam pemulihan hubungan politik dan ekonomi, terutama yang bertujuan untuk menahan Iran.

Middle East Eye baru-baru ini mengungkapkan bahwa tokoh kuat Arab Saudi, Putra Mahkota Mohammed bin Salman, menarik diri dari kunjungan yang direncanakan ke Washington DC untuk bertemu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Penasihat Trump untuk Timur Tengah sekaligus menantu laki-lakinya, Jared Kushner, telah mendorong pertemuan itu untuk menunjukkan kembali citra bin Salman sebagai pembawa perdamaian Arab muda dan untuk menopang dukungan regional guna kesepakatan antara Israel dan UEA.

Ayah Bin Salman, Raja Salman, membatalkan pertemuan itu, dan mengatakan bahwa perjanjian perdamaian apa pun dengan Israel bergantung pada kesepakatan dua negara antara Israel dan Palestina.[viva]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita