Catat! Ini Kata UAS soal Embrio Pancasila, dari Putra Minangkabau, Baru ke Bung Karno

Catat! Ini Kata UAS soal Embrio Pancasila, dari Putra Minangkabau, Baru ke Bung Karno

Gelora News
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO - Ustaz Abdul Somad (UAS) menilai cikal bakal Pancasila merupakan produk hasil berpikir tokoh Minangkabau, Mohammad Yamin.

Tokoh-tokoh asal Minangkabau lainnya, kata UAS, juga berperan besar terhadap kemerdekaan RI dan menyusun falsafah negara yaitu Pancasila.

Yamin, lanjut UAS, sudah menyuarakan intisari Pancasila sebelum falsafah bernegara itu dibacakan Bung Karno saat proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. UAS mengatakan, Yamin telah menyuarakannya pada 29 Mei 1945.

"Mohammad Yamin, putra Minangkabau, sudah menyuarakan tentang perikebangsaan kemudian perikemanusiaan. Setelah itu periketuhanan, perikemasyarakatan. Lalu kemudian kesejahteraan dan sosial. Jadi embrio Pancasila itu berawal, bermuara dari Minangkabau lalu barulah disuarakan oleh Bung Karno," kata UAS dalam acara Indonesia Lawyer Club pada Selasa (8/9) malam.

UAS menyatakan, Pancasila itu lalu disusun oleh sembilan tokoh bangsa. Di mana tiga orang di antaranya merupakan putra Minangkabau.

"Agus Salim, Sultan Syahrir, dan Mohammad Hatta. Kalau sembilan orang, ada tiga orang Minangkabau, maka sesungguhnya Minangkabau mewarnai setiap jejak langkah pemikiran orang Indonesia," jelas UAS.

Dai kondang berusia 43 tahun itu juga menceritakan bahwa masyarakat Minang sangat memahami dan sudah mengamalkan Pancasila melihat dari budayanya.

Tentang sila keempat Pancasila tentang Keadilan Sosial, menurut UAS, sudah ada dalam sendi kehidupan di Sumatera Barat.

"Perempuan Minangkabau tidak pernah perlu jauh dari kampung halamannya untuk cari makan. Kenapa demikian? Karena mereka punya ninik mamak yang adil. Perempuan tidak pernah mengalami diskriminasi," kata UAS.

Dia menjelaskan dalam budaya Minangkabau ada sebutan harato (harta) tinggi.

Sebagian ulama sebenarnya menentang ketetapan budaya Minangkabau tentang warisan itu.

Namun, UAS memandang begitulah budaya Minangkabau menghargai perempuan.

"Kenapa enggak dibagi jadi ahli waris? Karena itu adalah sebenarnya wakaf keluarga. Ketika seorang perempuan tidak punya suami atau ayahnya meninggal, keluarga laki-laki tidak ada, siapa yang melindungi dan memberi makan dia? Ada harato tinggi. Mereka sangat mengutamakan keadilan," kata UAS. (*)

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA