Wakil Ketua MPR: PraKerja Salah Sasaran dan Berpotensi Korupsi

Wakil Ketua MPR: PraKerja Salah Sasaran dan Berpotensi Korupsi

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO -  Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan mendesak pemerintah mempercepat dan mengawasi realisasi bantuan sosial bagi masyarakat karena banyak warga yang kehilangan pekerjaan dan merasakan dampak penurunan tajam perekonomian selama pandemi Covid-19. Dirinya juga mempermasalahkan program Pra Kerja yang salah sasaran dan berpotensi korupsi.

“Jika bantuan sosial lambat disalurkan maka bisa dipastikan daya beli masyarakat terhadap kebutuhan sehari-hari akan semakin melemah. Dan akibatnya, tentu tak hanya terhadap dengan masyarakat kecil, tetapi juga mengganggu perekonomian Indonesia karena pergerakan uang dan barang menjadi semakin sedikit,” kata Syarief Hasan dalam keterangannya di Jakarta, Selasa(4/8).

Dia mengatakan bantuan sosial bukan hanya untuk membantu masyarakat di kalangan akar rumput tetapi juga akan membantu menguatkan perekonomian Indonesia.

Hal itu menurut dia karena bantuan sosial tunai dapat mendorong daya beli masyarakat tetap terjaga pada masa pandemi Covid-19.

“Memang Pemerintah telah mengalokasikan APBN sebesar Rp203,9 triliun untuk pos perlindungan sosial. Programnya pun bermacam-macam mulai dari Program Keluarga Harapan, Kartu Sembako, Bansos Jabodetabek dan non-Jabodetabek, Bantuan Logistik, Bantuan Langsung Tunai Dana Desa, sampai yang dianggap bermasalah yaitu Kartu Pra-Kerja,” ujarnya.

Namun dia mengatakan, anggaran besar tersebut baru terealisasi 34,04 persen sampai akhir Juli 2020 padahal Covid-19 telah mengganggu tata kehidupan dan ekonomi selama hampir lima bulan lamanya.

Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat itu menilai, lambatnya realisasi dan penyaluran bantuan sosial ke masyarakat menunjukkan kurangnya kecepatan dan ketepatan sasaran pemerintah dalam menangani efek sosial ekonomi dari pandemi Covid-19.

“Misalnya penyaluran bantuan sosial kepada atau lewat yayasan konglomerat, program Pra Kerja yang salah sasaran bahkan berpotensi pidana korupsi,” katanya.

Dia menilai Pemerintah seharusnya menggunakan database satu pintu sehingga tidak terjadi “overlapping” di lapangan penyebab lambatnya penyaluran bantuan.

Syarief juga meminta agar Pemerintah melakukan reformasi birokrasi seperti misi Presiden Jokowi dalam penyaluran bansos karena seharusnya dipercepat dan tidak terlalu panjang administrasinya.

“Bantuan harus cepat sampai ke masyarakat tanpa alasan apapun termasuk alasan belum terverifikasi. Jangan rakyat baru dibantu setelah kondisi mereka semakin parah atau meninggal terkena Covid-19,” katanya.[]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita