Resesi Ekonomi Menerpa Korsel dan Singapura, Indonesia Menyusul?

Resesi Ekonomi Menerpa Korsel dan Singapura, Indonesia Menyusul?

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Korea Selatan menyusul Singapura memasuki resesi ekonomi, Indonesia juga dinilai rentan memasuki jurang yang sama jika mencatat penyusutan pertumbuhan pada akhir kuartal ketiga, atau bulan September, di tengah kontraksi akibat pandemi Covid-19.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Nathan Kacaribu mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia menyusut ‘sangat dalam’ pada kuartal kedua, yakni diperkirakan minus 4,3%.

“Pemerintah kini tengah menggencarkan upaya mendongkrak ekonomi demi menghindari resesi,” katanya seperti dilansir BBC News, Senin(27/7).

Pakar ekonomi mengatakan masuknya Korea Selatan dan Singapura dalam resesi menjadi indikator bahwa Indonesia juka akan mengalami nasib yang sama, mengingat kedua negara tersebut merupakan mitra-mitra perdagangan yang cukup besar.

Meski demikian, dampak yang dialami Indonesia kemungkinan tidak akan sedalam kedua negara tersebut jika mampu mendorong laju perekonomian domestik.

Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan selain berperan sebagai mitra perdagangan penting, Korea Selatan dan Singapura juga memiliki kontribusi yang cukup besar dari segi penanaman modal asing untuk Indonesia.

“Padahal modal asing pun sudah mengalami penurunan pada April hingga Juni,” kata Bhima.

Menurut data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi asing untuk kuartal kedua 2020 melambat sebesar 6,9% dibandingkan kuartal yang sama tahun lalu. Sementara itu, Bhima juga sebut bahwa perlambatan juga terjadi dalam kinerja domestik.

“Kita melihat juga adanya kecenderungan konsumen untuk menahan belanja, lebih banyak melakukan saving. Kemudian dari sisi kinerja industry manufaktur itu juga melemah, ditunjukkan oleh PMI, atau Purchasing Managers’ Index manufaktur itu berada di bawah angka 50, artinya industri cenderung tidak melakukan ekspansi, menahan diri,” ujarnya.

Resesi ekonomi terjadi ketika pertumbuhan ekonomi minus, atau berada di bawah 0%, selama dua kuartal berturut-turut.

Kementerian Keuangan memperkirakan penurunan yang terjadi pada kuartal kedua, yaitu periode April hingga Juni, berada di minus 4,3%. Bhima memprediksi kondisi yang serupa akan berlanjut pada kuartal berikutnya.

“Jadi resesi kemungkinan besar kita masuk pada kuartal ketiga 2020, dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi minus 2-3%, secara year-on-year. Jadi itu nanti akan mengkonfirmasi kita akan masuk dalam resesi ekonomi,” kata Bhima.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Nathan Kacaribu, menjelaskan bahwa pemerintah akan memfokuskan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada kuartal ketiga dan keempat demi mengurangi dampak negatif terhadap masyarakat.

“Jadi memang kalau kita lihat tanda-tandanya di Q2 itu memang sangat dalam. Sejauh ini, Kementerian Keuangan memprediksi itu berada di minus 4,3%,” katanya.

Namun, ia menyebutkan bahwa pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sejak pertengahan Juni telah mulai mendorong aktivitas perekonomian, di antaranya melalui peningkatan mobilitas dan permintaan kredit modal kerja di perbankan.

Febrio mengatakan pihaknya melihat bahwa ada peluang untuk mengembalikan laju perkembangan perekonomian tahun ini dan keluar dari zona minus, terutama melalui program pemulihan.

“Kita ingin push lebih banyak di Q3, karena kita ingin menghindari pertumbuhan yang negatif di Q3. Karena bukan semata-mata untuk pertumbuhannya positif atau negatif, tapi memang perlambatan ekonomi, yang biasanya [tumbuh] 5%, sekarang kalau untuk tahun ini kita sedang berusaha untuk berada di sekitar 0% atau positif persen,” ujar Febrio. (*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita