PLN dalam Kemelut Keuangan: Bangkrut Hanya soal Waktu

PLN dalam Kemelut Keuangan: Bangkrut Hanya soal Waktu

Gelora News
facebook twitter whatsapp

Oleh: Salamuddin Daeng

TAHUN ini adalah masa masa sulit bagi PLN. Pengurangan belanja perusahaan hampir separuh, penjualan listrik menurun, utang perusahaan yang membengkak, sementara piutang listrik perusahaan yang tak kunjung dibayarkan oleh pemerintah.

Masalah lain lagi adalah losses listrik yang sangat besar dan tertinggi dalam kelompok losses sektor energi.

Analisis Fitchrating sebuah lembaga pemeringkat utang dan investasi menggambarkan bahwa di tengah pandemik virus corona baru (Covid-19) penjualan listrik turun 10 persen dalam pada tahun 2020 (2019: + 4,7 persen).

Padahal pada tingkat konsumsi listrik normal dan meningkat saja, PLN menderita kerugian yang besar akibat over supply listrik terutama di Jawa Bali.

Pembangkit listrik milik PLN banyak yang dimatikan agar PLN tetap membeli listrik swasta dalam skema Take or Pay (ToP). Sebagaian besar pembangkit yang dioperasikan sekarang adalah pembangkit IPP milik swasta yang listriknya wajib dibeli PLN.

Sisi lain, selama ini perusahaan hidup dari kesinambungan belanja yang dibiayai dengan utang untuk mendukung mega proyek listrik 35 ribu MW. Namun sekarang PLN harus memangkas belanja dalam jumlah besar.

Menurut manajemen, pengurangan capex menjadi Rp 53 triliun dari rencana sebelumnya Rp 80 triliun. Ini jumlah yang samgat significant.

Sementara pemerintah belum memperlihatkan komitmen pembayaran utang kepada PLN.  Utang pemerintah pada PLN bertumpuk dari tahun 2017, 2018 dan 2019. Konon pemerintan akan membayar Rp 48 triliun utang kepada PLN, sebagian besar utang atas kompensasi yakni sebesar Rp 45 triliun.

Bagaimana dengan utang pemerintah yang bentuk lainnya pada PLN? Bagaimana dengan utang tahun tahun sebelumnya? Kapan dibayar? Belum jelas.

Sementara PLN harus membayar utang yang nilainya sudah hampir setengah triliun dolar. Bagaimana PLN bisa membayarnya? Sementara untuk membayar listrik swasta (IPP) saja sekarang belum tentu PLN mampu.

Pihak menajemen telah menarik semua statemen dan membatalkan semua keinginan untuk melalukan renegosiasi kontrak pembelian batubara, kontrak pembelian listrik swasta dan menarik pernyataan akan melakukan renegosiasi utang. Semua batal, diduga ada tekanan dari atas yang membuat Dirut PLN "ngper".

Kalau PLN bangkrut apakah nanti seluruh aset terakhir PLN yakni jaringan distribusi listrik akan dijual? Lalu listrik akan dikuasai penuh oleh pemilik pembangkit listrik swasta yang juga para bandar batubara dan juga para elite penguasa? Listrik tidak dikuasai negara tapi listrik dibajak oligarki. Wallahualam. []
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita