Demi Beli Kuota Internet untuk Belajar Online, Siswi SMP Terpaksa Jual Tubuh

Demi Beli Kuota Internet untuk Belajar Online, Siswi SMP Terpaksa Jual Tubuh

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO -  Demi membeli kuota internet, siswi SMP di Batam, Kepulauan Riau, terpaksa menjual tubuhnya melalui muncikari prostitusi online.

Gadis belia berusia 15 tahun itu terpaksa menjual tubuhnya seharga Rp 500 ribu untuk sekali kencan, agar mendapatkan uang membeli kuota internet.

Untuk diketahui, kuota internet menjadi aspek penting terutama bagi para pelajar pada masa pandemi wabah virus corona covid-19. Sebab, mereka memerlukan kuota internet untuk mengikuti kelas online.

"Jadi korban mengenal muncikari prostitusi online melalui Facebook. Dia juga sempat mempromosikan diri via aplikasi MiChat," kata Kapolsek Batu Aji Komisaris Jun Chaidir, Rabu (29/7/2020).

Kepada polisi, korban mengakui menjadi pekerja seks komersial untuk membeli kuota internet. Sisanya dipakai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Kekinian, kata dia, satu muncikari dan pemesan jasa siswi SMP itu sudah ditangkap.

"Yang kami tangkap itu adalah penyalur serta penikmatnya. Mereka kami gerebek di Wisma Mitra mall, Rabu (22/7)," kata dia.

Dalam penangkapan itu pula, polisi menyita barang bukti dua ponsel serta uang Rp 1 Juta.

Kedua pelaku kekinian dijadikan tersangka pelanggar Pasal 76b juncto Pasal 88 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Peruhaan UU No 23/2002 Perlindungan Anak di Bawah Umur.

Terungkapnya kasus eksploitasi seksual komersil anak yang menimpa dua pelajar SMP di Batam menjadi perhatian Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Kepri.

Ketua KPPAD Provinsi Erry Syahrial mengaku prihatin dengan munculnya lagi kasus eksploitasi seksual di kalangan remaja di Kota Batam.

Setelah sebelumnya, di awal pandemi Covid-19 juga ada kasus serupa yang melibatkan bebebapa remaja sebagai korban dan pelaku ekspoitasi seksual.

‘’Ini menunjukkan bahwa kasus eksploitasi seksual terhadap anak mulai meningkat menimpa remaja dan pelajar. Ini harus diwaspadai dan dipahami oleh orangtua, guru, masyarakat dan anak itu sendiri’’ ujar Erry dalam keterangan tertulis yang dikutip dari batamnews.co.id.

Menurut Erry ada beberapa faktor anak bisa menjadi korban eksploitasi secara seksual. Faktor dari internal anak sendiri yang rentan.

Kerentanan anak disebabkan oleh pemahaman anak yang kurang, kurang perhatian dan kasih sayang orangtua, pengaruh kelompok teman sebaya yang juga menjadi korban duluan, faktor ekonomi anak dan meniru gaya hidup hedonis serta lainnya.

"Akibatnya anak gampang ditipu, dibujuk rayu, diiming-imingi mendapatkan sesuatu oleh pelaku," kata Erry.

Faktor ini bisa diperparah kalau keluarganya juga termasuk rentan. Misalnya kurangnya pengawasan orangtua pada anak, bermasalah dalam pola asuh, faktor ekonomi dan lainnya.

Faktor ketiga adalah dampak negatif dari meningkatnya akses remaja kepada media sosial dan teknologi informasi belakangan ini.

Teknologi menjadi sarana bagi pelaku kejahatan pada anak salah satunya eksploitasi seksual, pencabulan, trafiking dan lainnya.

Kehadiran teknologi memang mempermudah semua orang dan berguna bagi pelajar salah satunya sarana belajar daring atau online.

Namun di lain sisi, penggunaan handpohone dan media sosial tanpa pengawasan pada anak remaja bisa disalahgunakan untuk hal-hal negatif dan membahayakan keselamatan anak.

"Di dunia perlindungan anak, ternyata kehadiran teknologi 4.0 telah mendekatkan pelaku kejahatan dengan korban anak. Saat ini banyak muncul kejahatan pada anak berbasis teknologi atau dipermudah dengan adanya handphone, media sosial dan lainnya," papar Erry. []
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita