Pengusaha Tolak Program Tapera Jokowi: Masa Semua Pekerja Wajib Bayar Iuran?

Pengusaha Tolak Program Tapera Jokowi: Masa Semua Pekerja Wajib Bayar Iuran?

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Para pengusaha secara tegas menolak Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) yang segera beroperasi penuh di 2021 itu juga wajib diikuti pekerja di Indonesia.  

Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat, yang diteken Jokowi pada 20 Mei 2020.  

Selain pegawai negeri sipil (PNS), para pekerja swasta pun wajib menyetor dana atau iuran sebesar 2,5 persen dari upah/gaji setiap bulan. Sementara 0,5 persen lagi dibayarkan oleh pemberi kerja.  

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani geram dengan keputusan pemerintah tersebut. Menurutnya, keberadaan BP Tapera hanya menambah beban pekerja maupun pemberi kerja.  

“Kami dari awal jelas menolak. Itu kan seperti mengada-ngada saja. Awalnya hanya untuk PNS, sekarang semua pekerja sampai swasta juga diwajibkan mengiur,” ujar Hariyadi, Rabu (3/6). 

Dia melanjutkan, aturan dalam PP 25/2020 itu juga seperti dipaksakan di tengah pandemi virus corona saat ini. Terlebih, dalam beleid tersebut tak dijelaskan mekanisme secara rinci iuran bagi para peserta.  

Hariyadi menilai pemerintah tak adil dalam membuat kebijakan mengenai BP Tapera. Terlebih jika pekerja sudah memiliki rumah atau justru tak memerlukan tabungan untuk rumah.  

“Sekarang gini, tujuan awalnya ini kan untuk membantu PNS, TNI, Polri yang belum punya rumah. Nah sekarang kalau diwajibkan ke pekerja swasta, dia sudah punya rumah, masa iya harus mengiur juga? Buat apa?” jelasnya.  

Hariyadi menegaskan, iuran BP Tapera hanya menambah daftar iuran bersama yang wajib ditanggung perusahaan dan pekerja. Seperti iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan (BPJamsostek).  

Lagi pula, saat ini BPJamsostek sudah memiliki program yang serupa dengan BP Tapera, yakni berupa manfaat layanan tambahan (MLT). Dalam MTL, peserta BPJamsostek bisa mendapatkan fasilitas pembiayaan rumah dan uang muka Kredit Pemilikan Rumah (KPR). 

Peserta BPJamsostek yang telah aktif minimal satu tahun dapat mendaftar untuk mengikuti program MLT. Manfaat dari MLT BPJamsostek yaitu fasilitas Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), Pinjaman Uang Muka Perumahan (PUMP), serta Pinjaman Renovasi Rumah (PRP).  

Selain BPJamsostek, PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Persero) atau ASABRI juga memiliki program Pinjaman Uang Muka (PUM) KPR tanpa bunga bagi TNI, Polri, PNS Kementerian Pertahanan, dan PNS Polri.  

Fasilitas tersebut bisa didapatkan melalui pemotongan Tabungan Hari Tua (THT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), dan Nilai Tunai Iuran Pensiun (NTIP). 

“Kebijakannya jadi tumpang tindih. Kalau di BP Tapera, itu kalau kita iuran, uangnya enggak kita gunakan, baru bisa dicairkan saat usia 58 tahun atau pensiun, atau meninggal. Yang namanya uang kan kadang perlu mendadak atau buat keperluan lain. Beda dengan BPJamsostek, itu kalau kita mau cairkan bisa saja,” jelasnya.  

Menurut Hariyadi, kewajiban iuran bagi swasta yang paling lambat dilaksanakan pada 2027 atau tujuh tahun setelah PP BP Tapera diterbitkan sebagai bentuk kekhawatiran pemerintah.  

“Makanya dikasih waktu 2027, mungkin biar kita enggak ngamuk-ngamuknya sekarang juga. Kalau swasta juga diminta wajib tahun depan, ya protes kita. Tapi tetap saja, mau kapan pun dilaksanakannya, ini beban. 2,5 persen buat pekerja atau pemberi kerja mesti 0,5 persen juga beban juga,” katanya.  

Sebagai solusi, Hariyadi menyarankan kepada pemerintah agar BP Tapera hanya diperuntukan bagi PNS, TNI, dan Polri. Sementara swasta bisa menggunakan program MLT yang sudah ada di BPJamsostek.  

“Solusinya seperti itu, sebaiknya PNS saja yang ikut BP Tapera. Swasta bisa manfaatkan program yang sudah ada di BPJamsostek. Ini akan jauh lebih efektif,” tuturnya.  

Sementara itu, Direktur Riset Core Indonesia Piter Abdullah menuturkan, dampak iuran pekerja untuk BP Tapera diproyeksi tak akan signifikan terhadap daya beli masyarakat. Bahkan menurutnya, kewajiban iuran bisa menjadi beban bagi masyarakat untuk memulihkan perekonomian.  

“Meskipun pelaksanaannya baru pada tahun 2021, tapi bisa ditanggapi negatif di tengah pandemi saat ini. Karena tabungan ini akan kembali menambah iuran atau potongan yang harus ditanggung masyarakat dan juga perusahaan,” kata Piter.  

Selain itu, perusahaan atau pemberi kerja pun saat ini juga terdampak pandemi virus corona. Sehingga penggunaan likuiditas juga akan diperketat.  

“Perusahaan dan masyarakat juga sedang kesulitan likuiditas akibat wabah. Menurut saya timing-nya ini tidak tepat,” tambahnya. (*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita