ISPI: Di Mana Logikanya, Kementerian BUMN Tidak Refocusing Tapi Minta Anggaran Besar?

ISPI: Di Mana Logikanya, Kementerian BUMN Tidak Refocusing Tapi Minta Anggaran Besar?

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk penanganan Covid-19, sedikit banyaknya sangat mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi nasional dan berdampak pada defisitnya APBN Tahun 2020. Baik pada pendapatan negara dari sektor pajak, retribusi dan yang lainnya terpaksa terhenti.
Pada saat yang bersamaan, pemerintah juga melakukan refocusing anggaran, dengan memangkas pos-pos anggaran di Kementerian, yang sudah direncanakan dalam APBN Tahun 2020 sebelumnya, agar dialihkan untuk penanganan wabah virus corona atau Covid-19.

Namun yang harus dicatat adalah kebijakan refocusing anggaran yang dijadikan sebagai acuan untuk penanganan Covid-19 itu tidak diberlakukan pemerintah kepada Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Begitu tegas Direktur Indonesian Of Social Political Institute (ISPI) Deni Iskandar kepada wartawan, Selasa (30/6).

Artinya, sambung Deni, semua pos anggaran yang yang sudah ditetapkan pemerintah untuk Kementerian BUMN, tidak ada yang dialihkan. Maka secara otomatis, semua program di Kementerian tersebut, tetap berjalan.

“Meskipun, selama masa pandemik berlangsung, memang ada beberapa perusahaan BUMN yang terkena dampak, namun tidak semua," terangnya.

Berdasarkan kajian ISPI, kata Deni Iskandar, Perpres 72/2020 mencatat bahwa postur APBN Tahun 2020 yang sudah ditetapkan tersebut, ternyata mengalami defisit diangka sebesar Rp 1.039,8 triliun. Bahkan menurut Menkeu Sri Mulyani, pihaknya juga belum bisa memprediksi fluktuasi defisit ini.

Data ISPI, lanjut Deni, pendapatan negara saat ini mengalami penurunan yang sangat drastis, dari sebelumnya sebesar Rp. 2.165,1 triliun, turun menjadi sebesar Rp.1.669,9 triliun. Turunnya pendapatan negara yang menjadi sebab defisitnya APBN, karena adanya kebijakan PSBB yang berdampak pada tutupnya usaha makro dan mikro hingga tidak berjalannya roda perekonomian negara.

Dalam UU 2/2020 dan Perpres 72/2020, total APBN Tahun 2020 sebesar Rp 2.739,1 triliun, sementara pendapatan negara saat ini sebesar Rp 1.669,9 triliun. Bila melihat jumlah angka di atas maka, ada kekurangan anggaran (defisit) sebesar Rp 1.039,8 triliun.

"Melihat hal tersebut, timbul pertanyaan, Kementerian mana yang harus bertanggung jawab untuk menutupi defisit anggaran pada APBN ini? Secara tegas saya katakan, adalah Kementerian BUMN," tegas Deni Iskandar.

Namun demikian, bila melihat skema pemulihan ekonomi nasional saat ini, pihaknya merasa aneh dengan Kementerian BUMN, yang justru malah meminta anggaran negara untuk pemulihan ekonomi nasional dari APBN dalam bentuk Penyertaan Modal (PMN) dengan jumlah yang sangat besar, yakni Rp 155,6 triliun.

"Di mana logikanya? Ini jelas sangat ironis. Kementerian yang tidak di refocusing justru meminta anggaran dari APBN, ini yang gila siapa dan yang waras siapa?" ujarnya heran.

Padahal dalam UU 19/2003 tentang Kementerian BUMN disebutkan bahwa, kedudukan, peran dan fungsi BUMN didirikan adalah untuk menopang perekonomian nasional. Visi didirikannya BUMN menurut UUD 1945 dan UU Nomor 19/2009, adalah untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya, dan hasil dari pada keuntungan tersebut diberikan untuk negara.

Berdasarkan Surat Pengesahan Daftar Isian Pelaksana Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2018 disebutkan bahwa, aset BUMN sebesar Rp 7.065 triliun. Sementara pada tahun 2019, masih berdasarkan data yang sama, jumlah aset BUMN sebesar Rp 5.938 triliun. Bila dibandingkan, jumlah aset BUMN pada tahun 2018 dan 2019 jelas mengalami penurunan secara drastis sebesar Rp 1.126 triliun pada tahun 2019.

"Kalau boleh saya bertanya kepada Menteri BUMN Erich Thohir yang lantang bicara soal akhlak, ke mana aset BUMN?" ucap Deni Iskandar heran.

Pada saat yang sama, ketika Kementerian BUMN di bawah kepemimpinan Erick Thohir, meminta anggaran negara dari APBN, baik dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) Dana Talangan dsb. Ini justru menjadi masalah, sebab dengan demikian Erick Thohir secara langsung telah menunjukan ketidakpahamannya kepada publik dalam memimpin BUMN. Seharusnya Erick Thohir membuka data terkait aset BUMN di pusat maupun di daerah.

"Ada berapa anak perusahaan BUMN di daerah dan di pusat yang tidak berjalan, ada berapa holding, anak, cucu dan cicit perusahaan BUMN yang bermasalah dan selalu rugi. Pada kondisi APBN yang defisit ini, sangat tidak mungkin BUMN tidak bisa menutupi angka defisit. Sebab, jumlah perusahaan BUMN sangatlah banyak," tuturnya.

Deni menembahkan, berdasarkan data mutakhir, saat ini jumlah perusahaan BUMN ada 107, itu semua belum termasuk anak, cucu dan cicit perusahaannya. Seharusnya, pada kondisi APBN Defisit inilah, BUMN hadir membantu negara dengan cara menopang perekonomian negara.

"Pada prinsipnya, semua menteri di kabinet Indonesia Maju yang saat ini di pimpin Presiden Jokowi, jangan ada yang menjadi benalu. Saran saya, bila Menteri BUMN, Erick Thohir tidak bisa memimpin dan menjalankan peran serta fungsi BUMN sesuai dengan amanat Undang-Undang, lebih baik mengundurkan diri saja jadi menteri," pungkasnya. (Rmol)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita