Adat Minang Berdasar Syariat; Tidak Dianggap Orang Minang jika Bukan Muslim

Adat Minang Berdasar Syariat; Tidak Dianggap Orang Minang jika Bukan Muslim

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Surat Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) Nomor 555/327/Diskominfo/2020 perihal Penghapusan Aplikasi Kitab Suci Injil Minangkabau, yang ditujukan pada Menteri Komunikasi dan Informatika RI, tertanggal 28 Mei 2020, ternyata menuai pro kontra netizen di media sosial. Menanggapi ini, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Sumbar Jasman Rizal menegaskan bahwa setiap orang Minangkabau pasti bisa memahami alasan tindakan Gubernur Sumbar tersebut.

“Bagi yang bernada negatif, mereka tidak paham dengan falsafah orang Minangkabau dengan ABS SBK-nya, yaitu Adat Basandi Syara’-Syara’ Basandi Kitabullah, atau mereka tidaklah orang Minangkabau. Artinya, adat Minangkabau itu didasarkan pada syariat, dan syariat itu didasarkan pada kitab Allah, yaitu Alquran. Itu konsep dasar berpikir orang Minangkabau. Artinya, orang Minangkabau adalah penganut Islam dan jika ada yang mengaku sebagai orang Minangkabau tetapi tidak Muslim, secara adat tidak diakui sebagai orang Minangkabau,” jelas Jasman pada SumbarFokus,  Jumat (5/6/2020).

Diketahui sebelumnya, Gubernur Sumbar Irwan Prayitno menyurati Menkominfo, tertanggal 28 Mei 2020, sehubungan dengan munculnya aplikasi Kitab Suci Injil Minangkabau di Play Store Google. Gubernur menyampaikan bahwa masyarakat Minangkabau sangat keberatan dan resah dengan adanya aplikasi tersebut karena membawa budaya bahasa Minangkabau, kemudian juga bahwa aplikasi tersebut sangat bertolak belakang dengan adat dan budaya Minangkabau yang berfalsafah ABS-SBK.

Namun, Jasman menuturkan, di antara pro-kontra yang muncul di media sosial terkait surat Gubernur tersebut, orang Minangkabau baik yang di ranah ataupun di rantau mendukung dan mengapresiasi langkah-langkah yang diambil Gubernur Irwan Prayitno.

“Bahkan ada yang meminta untuk diusut secara hukum,” imbuhnya.

Dijelaskan, setiap daerah punya kearifan lokal masing-masing, dan ada daerah yang kearifan lokalnya berkaitan dengan latar belakang religi, Sumbar adalah salah satu contohnya. Dalam hal ini, ditekankan, bukan berarti Sumbar tidak menghargai keyakinan lain yang ada, justeru dalam falsafah ABS-SBK yang didasarkan pada syariat Islam tersebut, penghargaan terhadap keyakinan lain amat tinggi. Ini tertuang dalam surah Al Kafiirun, yang memuat nilai saling menghargai keyakinan masing-masing dan tidak saling menghujat atau bahkan mencelakakan.

“Bahkan Rasul itu sangat menghargai penganut keyakinan lain. Dalam syariat Islam, juga ditekankan tidak ada paksaaan dalam beragama. Kita memang perlu menyampaikan, tapi bukan untuk memaksakan. Dalam hal ini, sama sekali bukan berarti adat dan budaya Minangkabau tidak menghargai perbedaan keyakinan,” sebutnya.

Jasman tidak mau berkomentar banyak terkait pernyataan-pernyataan negatif netizen di media sosial. Dia hanya menegaskan bahwa falsafah Minangkabau dengan ABS-SBK ini sudah mendarahdaging dan hendaknya dihargai.

"Sebaiknya yang tidak mengerti dengan falsafah orang Minangkabau, jangan pula ikut-ikutan mengomentari dengan nada sumbang. Tolong juga lah hargai harkat dan martabat serta falsafah adat orang Minangkabau," sebutnya.

Kita Peduli!

Sementara, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar Buya Gusrizal Gazahar Dt Palimo Basa, menyebutkan bahwa surat Gubernur kepada Kemenkominfo tersebut juga merupakan buah aspirasi dari MUI Sumbar, yang merasa keberatan dengan adanya aplikasi ini karena berkaitan dengan falsafah Minangkabau juga.

“Saya berharap, bagi siapa yang tidak mengerti dengan karakteristik budaya Minangkabau, agar menahan diri untuk berkomentar, agar tidak menambah keruhnya suasana,” tegas Buya Gusrizal. (*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita