PAN Tidak Heran Kenapa Luhut dan Pusat Jegal Kebijakan Anies

PAN Tidak Heran Kenapa Luhut dan Pusat Jegal Kebijakan Anies

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Kebijakan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan untuk mencegah penyebaran virus corona terkesan selalu dijegal oleh Menteri Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.

Kebijakan yang diambil Anies untuk menghentikan pengoperasian bus antarkota antarprovinsi (AKAP) adalah tindakan yang tepat, meski akhirnya pelaksanaan kebijakan ini ditunda oleh Luhut.

Usulan Anies soal karantina wilayah untuk DKI Jakarta demi mencegah sebaran Covid-19 juga ditolak pemerintah pusat.

Ketua Komisi VIII DPR RI Fraksi PAN, Yandri Susanto, mengatakan, langkah Anies itu sangat bagus dalam rangka mencegah penyebaran virus corona lebih luas.

"Sebenarnya apa yang dilakukan Anies itu menurut saya bagus. Karena kita harus menunjukkan kepada rakyat, kepada bangsa ini bahwa kita memang punya langkah taktis dan strategis yang terencana dan terukur," ucap Yandri Susanto kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (3/4).

Yandri pun memberikan contoh kebijakan Anies yang ditolak oleh LBP. Yakni soal pengkajian kebijakan pembatasan alat transportasi di Jakarta.

"Sudah banyak dibuktikan oleh negara-negara lain. Misalnya seperti lockdown atau karantina, kemudian memutus alat transportasi dan sebagainya itu contoh yang sudah bisa kita lihat dengan waktu yang tidak terlalu lama di negara-negara lain seperti Singapura, Korea Selatan, China sendiri," jelas Yandri.

Namun, Yandri pun mengaku tidak heran kenapa LBP maupun pemerintah pusat sering menjegal kebijakan Anies.

Menurut Wakil Ketua Umum PAN ini, pemerintah pusat tidak sanggup menanggung kebutuhan hidup rakyatnya.

"Nah yang saya pantau selama ini kenapa misalkan LBP atau pemerintah pusat secara umum kenapa ide-ide bagus dari Anies itu ataupun kepala-kepala daerah yang lain seperti Tegal, atau Bengkulu minta dilockdown supaya tidak bermigrasi virus itu, ya ternyata pemerintah pusat kan enggak setuju," kata Yandri.

"Kenapa? Karena konsekuensinya memang besar. Nah, jadi kenapa mereka menolak? Itu menurut saya ketidaksiapan pemerintah pusat. Misalkan kalau lockdown ya segala sesuatu yang menyangkut hajat hidup orang yang dilockdown itu kan harus ditanggung oleh pemerintah," sambung Yandri menambahkan. (*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita