Ekonom: Cetak Rp600 T Mau Bikin Inflasi Bung!

Ekonom: Cetak Rp600 T Mau Bikin Inflasi Bung!

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Direktur Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng, mengkritik usulan Badan Anggaran (Banggar) DPR agar Bank Indonesia (BI) mencetak uang Rp400-600 triliun sebagai sebagai penopang dan opsi pembiayaan yang dibutuhkan oleh pemerintah.

“Jika cetak maka tambahan uang berdar dua kali lipat dari yang ada sekarang. Jumlah uang kertas dan uang logam yang beredar di dalam negeri sekarang secara keseluruhan hanya sekitar Rp550 triliun (M0),” kata Daeng kepada Indonesiainside.id, Kamis (30/4).

Daeng menjelaskan, jika kebijakan itu terealisasi maka uang yang dipegang masyarakat sekarang akan berkurang separuh nilainya. Misalnya, saat ini masih bisa makan di warteg dengan uang Rp15 ribu, maka besok setelah uang cetakan keluar maka perlu Rp30 ribu untuk makanan yang sama.

“Kalau uang itu mau dipakai untuk belanja pemerintah seperti gaji PNS, pejabat, anggota DPR, dll. Maka sama dengan menyedot uang masyarakat untuk menggaji politisi dan pejabat negara,” ucap dia.

Jika uang tersebut mau dipakai buat belanja barang barang, mereka mau belanja kemana? Ini karena uang hasil printing tidak akan diterima di luar negeri. Sehingga uang itu hanya bisa dipakai belanja di dalam negeri, ini tak ubahnya membeli barang rakyat dengan kertas biasa.

“Kalau dipakai untuk beli barang impor, jasa impor, atau untuk beli dolar atau mata uang asing, saya rasa tak mungkin ada yang mau menerimanya. Yang jelas cetak uang itu hak pemerintah, BI, dan politisi di DPR. Namun sebelum dicetak dan diedarkan, paling tidak satu bulan sebelumnya sudah diumumkan ke masyarakat, berapa jumlah yang telah di cetak, sehinga nasyarakat siap,” ucap dia.

Sebelumnya, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, MH Said Abdullah, mengusulkan agar Bank Indonesia (BI) mencetak uang Rp400-600 triliun sebagai sebagai penopang dan opsi pembiayaan yang dibutuhkan oleh pemerintah. Ia beralasan, dalam situasi global yang ekonominya slowing down, tidak mencari sumber pembiayaan, meski dengan menerbitkan Global Bond dengan bunga besar.  

“Bank Indonesia (BI) dapat menawarkan yield sebesar 2-2,5 persen, sedikit lebih rendah dari global bond yang dijual oleh pemerintah,” kata Said di Jakarta.(*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita