Dilema Pedagang Kecil Saat PSBB: Tak Bisa Jualan, Daftar Kartu Prakerja Pun Ditolak

Dilema Pedagang Kecil Saat PSBB: Tak Bisa Jualan, Daftar Kartu Prakerja Pun Ditolak

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Tepat pada Sabtu (18/4) pukul 00.00 WIB, pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Tangsel, juga di Kabupaten dan Kota Tangerang, dimulai.

Itu merupakan kebijakan Pemkot Tangsel melalui Peraturan Walikota (Perwal) nomor 13 tahun 2020 yang ditandatangani Walikota Tangsel, Airin Rachmi Diany. Melanjutkan Peraturan Gubernur Banten yang telah diterbitkan beberapa hari sebelumnya.

Pemkot Tangsel melalui Dinas Sosial (Dinsos) pun telah mengeluarkan kebijakan saat PSBB berlangsung, yakni memberikan bantuan kepada warganya yang masuk dalam tiga kriteria yang ditetapkan.

Yaitu penduduk yang tidak mempunyai sumber mata pencaharian tetap, tidak punya penghasilan atau gaji pokok tetap, dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar pangan selama PSBB Tangsel.

Tapi, bagi sebagian kalangan yang berprofesi sebagai pedagang kecil bukan makanan, PSBB merupakan suatu kebijakan yang kejam. Banyak pedagang yang bertanya-tanya apakah sama akan diberikan bantuan?

Terlebih selama status darurat Covid-19, dagangan mereka tak kunjung laku karena tidak ada pembeli yang datang.

Seperti halnya Ros (50). Ibu dua anak ini, di hari PSBB pertama ragu untuk menjajakan dagangannya di Pasar Benda Baru, Pamulang II, Tangsel.

Sebagai pelaku UMKM, Ros yang menjual berbagai macam alas kaki, mulai dari sendal dan sepatu, sudah datang sejak pagi hari untuk melihat-lihat apakah masih ada temannya yang berjualan atau tidak.

Apalagi melalui tayangan televisi (TV) yang dilihatnya, akan ada denda jika yang melanggar PSBB.

Tapi, untuk urusan perut dan kebutuhan sehari-hari, Ros dan temannya nekat berjualan. Nahas, hingga siang hari dagangannya hanya mampu memberinya Rp 45 ribu.

"Kalau enggak ada pemasukan ya enggak makan. Dapat Rp 45 ribu aja ini dicukup-cukupin buat makan. Kalau besok enggak buka mau makan apa besok, cuma mikirin buat makan aja," terang Ros dengan matanya yang berkaca-kaca.

Dilaporkan Kantor Berita RMOLBanten, bila dibandingkan dengan sebelum adanya Covid-19, Ros bisa mengantongi Rp 1 juta dalam satu hari. Itu lebih dari cukup untuk menyisihkan sebagian keuntungannya guna membayar cicilan ruko sebesar Rp 23 juta setahun.

"Saya baru bayar kontrakan (ruko) untuk nerusin dagang, kalau tahu begini enggak saya terusin. Uangnya bisa buat hidup. Simpenan juga enggak ada, sudah abis bayar sewa kontrak," ucapnya kembali dengan nada lirih.

Sang suami yang menjadi driver ojek online, di situasi seperti juga merasakan dampaknya. Terlebih, ada aturan yang tidak memperbolehkan membawa penumpang bagi ojek online.

Frustrasi Ros seperti memuncak saat mencoba mendaftar Kartu Prakerja bagi warga kurang mampu. Dari hasil pendaftarannya itu Ros ditolak. Bingung, pasrah dan tak tahu bagaimana cara untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

"Kondisi kaya gini bapak (suami) ojek online itu cukup untuk sehari asal hemat. Ini aja mau jual motor tapi enggak bisa, harganya turun kondisi gini," ungkap Ros.

"Kondisi kaya gini enggak bisa banyak nuntut, saya ngerti juga mau minta pemerintah, pemerintah lagi pusing juga. Meskipun pribadi saya terus terang saya takut PSBB ini. Kalau ini masih bisa buka dapat buat makan sehari-hari udah Alhamdulillah. Kalau harepin sumbangan, banyak di bawah kita enggak bisa makan dan lebih susah. Ya walaupun saya lagi sulit kaya gini," paparnya.

Walaupun rasa kekhawatirannya untuk berdagang itu ada di saat PSBB ini, Ros tetap mengikuti protap kesehatan pemerintah

"Ini juga di Pasar, saya kalau jualan juga terapkan social distancing, agak jauh orangnya, pas orangnya bayar abis itu duitnya masukin ke kantung plastik dan saya semprot lalu cuci tangan," tutup Ros.(rmol)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita