Imbas Virus Korona, Sejumlah Perusahaan di China Terancam Bangkrut

Imbas Virus Korona, Sejumlah Perusahaan di China Terancam Bangkrut

Gelora News
facebook twitter whatsapp




GELORA.CO - Wabah Virus Korona yang terjadi saat ini turut meruntuhkan segala aktivitas di sektor ekonomi dan perdagangan. Bahkan, beberapa perusahaan di China terancam kolaps ataupun bangkrut. 

CEO Blake Lake Technologies Zhou Yuxiang mengaku sedih harus berjuang untuk membangun perusahaannya di tengah wabah Korona. Zhou harus  menghentikan sementara aktivitas perusahaannya dan bekerja dari rumah, meskipun biaya tetap tinggi karena membayar sewa kantor. Apalagi, klien-klien Zhou lambat mengambil kontrak baru karena pabriknya banyak yang tutup. 

"Virus ini menyebabkan penangguhan produksi untuk 300 pabrik pelanggan kami. Tidak dapat diprediksi kapan pabrik akan melanjutkan produksinya, ini berimbas pada pertumbuhan kuartal pertama kami," katanya dikutip dari Bloomberg, Rabu (4/3/2020).

Virus ini juga membuat pertumbuhan sejumlah perusahaan bisnis di China sedikit melambat. Zhou berharap perlambatan usaha ini tidak terjadi hingga akhir tahun ini. Perlambatan ini lebih parah ketimbang wabah virus SARS pada 2003 lalu. 

Padahal, pada 2003, pemerintah China menutup pusat perbelanjaan nasional, pembatalan film dan pabrik ditutup untuk mencegah penyebaran virus. Pemilik restoran Xi Bei, Jia Guolong mengatakan perusahaannya hanya memiliki cukup uang untuk tiga bulan ke depan. 

Dia masih perlu membayar sewa dan gaji lebih dari 20.000 karyawan. Pihak Cathay Pacific mengatakan, kondisi ini sama dengan krisis keuangan global pada 2009 lalu. Mereka pun telah meminta 27.000 karyawannya untuk mengambil cuti tiga minggu yang tidak dibayar (unpaid leave) untuk mengurangi beban operasional. Sementara, operator restoran cepat saji Yum China berharap menutup sementara 30 persen tokonya di China. Hal ini mengakibatkan penurunan laba dan penjualan pada tahun ini.

Pendiri Guangzhou iiMedia Research Zhang Yi mengaku tak terkejut dengan banyaknya perusahaan yang bangkrut akibat virus Korona. Menurut dia, perusahaan besar yang mungkin masih bisa bertahan hidup, sedangkan startup atau rintisan berada di ujung tanduk. 

"Perampingan, pindah ataupun Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawan jika diperlukan. Hanya mereka yang melalui ini bisa melihat musim semi, dan memiliki masa depan,” ujar Pendiri CEC Capital  Wang Ran. 

Sementara itu, bank sentral China, People's Bank of China telah melakukan upaya penyelamatan dalam mendorong perekonomian negara. Pada 2 Februari, bank sentral ini menyalurkan likuiditas senilai 174 miliar dolar AS ke pasar untuk membantu meredam dampak virus Korona. Pemerintah daerah juga telah menyerukan pengurangan sewa dan pengaturan gaji yang lebih fleksibel dan pemerintah kota Shanghai menjanjikan pengembalian pajak dan asuransi kepada pengusaha yang tidak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Namun, para analis mengatakan kelangsungan hidup bisnis di China tergantung pengendalian virus Korona. Virus ini telah menyebar ke seluruh negeri, menginfeksi lebih dari 28.000 orang dan membunuh lebih dari 500 orang. Negara lain juga ikut terinfeksi virus Korona termasuk Jepang, Thailand, Jerman, Amerika Serikat dan Uni Emirat Arab. Bahkan, Italia, Singapura dan AS telah membatasi kunjungan warga China. Atas dampak ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan darurat kesehatan global. 

"Semakin lama ini berlangsung, semakin besar kerusakannya. Jika itu berlangsung selama satu bulan lagi, maka itu tidak tertahankan untuk bisnis apa pun,” kata Zhang Media Research. (nw)

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA