Rizal Ramli: Baru Mulai Sadar, Ternyata Utang Jorjoran Penguruhi Daya Beli dan Bisnis

Rizal Ramli: Baru Mulai Sadar, Ternyata Utang Jorjoran Penguruhi Daya Beli dan Bisnis

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Rasio utang negara per Januari 2020 kembali membengkak. Nilainya mencapai Rp 4.817,55 triliun, atau setara dengan 30,12 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Perolehan ini ditanggapi Menteri Koordinator Bidang Ekonomi era Presiden Gus Dur, Dr. Rizal Ramli.

"Banyak yang berkata,' terserah deh pemerintah dan BUMN mau ngutang jorjoran. Toh ndak ada hubungan dengan saya'. Pernyataan itu benar selama utang itu dalam batas wajar," kata dia, Sabtu (22/2).

Namun demikian, ekonom senior ini menyatakan bahwa kebijakan utang pemerintah tidak wajar. Sebab, hal ini berdampak kepada stabilitas perekonoimian masyarakat dan industri.

"Tetapi kalau berlebihan seperti saat ini, ada 'crowding-out effect'," tegas pria yang biasa disapa RR ini.

Lebih lanjut, pendiri Komite Bangkit Indonesia ini memberikan contoh riil dari kebijakan utang pemerintah yang berlebihan.

Di mana, pertumbuhan kredit di Indonesia pada akhir tahun 2019 seret, karena hanya mencapai 6,08 persen. Jika dibandingkan tahun 2018 angkanya jauh ketinggalan, yakni 11,7 persen secara tahunan.

"Kalau ekonomi normal kredit tumbuh 15-18 persen per tahun," ujar Rizal Ramli.

Hal ini, lanjut doktor ekonom Universitas Boston Amerika Serikat ini, bakal dirasakan dampaknya oleh masyarakat dan industri domestik.

Karena, setiap kali pemerintah menjual Surat Utang Negara (SUN), ada 30 persen dana pihak ketiga di lembaga keuangan yang akan tersedot keluar.

"Karena bunganya (yang harus dibayarkan pemerintah) 2 persen lebih mahal dari deposito. Dan itu dijamin 100 persen," ungkap RR.

Oleh karena itu, dia menegaskan, kondisi perekonomian RI masih terus stagnan, atau bahkan cendrung menurun ke depannya.

"Itulah mengapa uang susah, daya beli anjlok, bisnis susah. Baru mulai sadar deh, ternyata utang jorjoran pemerintah ada penguruhnya terhadap daya beli dan bisnis," katanya.

"Ini gara-gara kelola ekonomi makro amatiran," pungkas Rizal Ramli menambahkan. (rm)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita