Komik Lagi Ya Pak

Komik Lagi Ya Pak

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


SETELAH Oktober 2018 dalam acara Plenary Meeting IMF di Nusa Dua Bali pidato Presiden Joko Widodo mengangkat cerita komik yang difilmkan "Game of Thrones", kini pada Februari 2020 pidato di Australia lagi-lagi menyinggung komik Marvel yang juga diangkat ke layar lebar "Avengers: Endgame". Dua-duanya tentu fiksi dan hanya "game" saja.

Empat hal yang menyesakkan dada, yaitu:

Pertama, memutar ulang ucapan Presiden yang mengecam studi banding ke luar negeri. Dengan nada melecehkan buat apa studi banding ke luar negeri, semua ada dalam HP Android. Wajahnya serius.

Eh kini Pak Jokowi studi banding ke Australia. Lihat kawasan Mount Ainlies Canberra yang sebenarnya ada di Android juga.

Kedua, Presiden dipermalukan oleh sambutan anggota Parlemen Australia, Ketua Partai Hijau Adam Brandt pendukung OPM. Menunduk di hadapan Brandt yang berjas mengenakan pin Bintang Kejora. Bereskan dulu urusan Papua.

Martabat bangsa yang direndahkan.

Ketiga, Veronica Koman "sipit" dan aktivis HAM berhasil menerobos untuk menyerahkan data tahanan dan korban Papua kepada Presiden Jokowi. Veronica Koman adalah DPO Polda Jawa Timur soal provokasi di Asrama Mahasiswa Papua Surabaya yang berujung kerusuhan di Papua.

Keempat, ya itu lah pidato dengan membawa komik dan film fiksi Avengers. Pak Presiden, film itu bercerita tentang heronya orang Amerika bukan Australia. Ada Captain America, Iron Man, Ant Man, Thor, dan lainnya.

Siapa pembuat teks pidato tersebut? Mungkin komikus.

Pemindahan ibukota yang dijadikan objek studi banding tentu tak sebanding. Canberra sudah menjadi pilihan sebagai ibukota negara sejak tahun 1908, menengahi persaingan Sydney dan Melbourne.

Canberra adalah kota ke-8 terbesar di Australia. Secara formal dibentuk tahun 1913 setelah Australian Capital Territory (ACT) berdiri.

Jauh dengan Penajam yang harus dibangun dari nol. Daerah berlubang tambang yang terkena banjir juga. Dipilih baru-baru saja dan munculnya juga "ujug ujug". Yang diributkan awal adalah Palangkaraya Kalteng.

Canberra dibangun dengan siap biaya. Sedang Penajam makin mempertajam utang. Tanah juga dikuasai taipan yang mesti dibebaskan. Sebanyak Rp 466 triliun mesti disiapkan untuk biaya pemindahan.

Di tengah pertumbuhan ekonomi stagnan 5 persen bahkan kini kurang, maka ambisi memindahkan ibukota bisa jadi bagai cerita komik. Ujung nantinya rakyat yang menanggung beban berat.

Pak Jokowi sudah tidak jadi Presiden lagi, bahkan mungkin sudah tiada. Innalillahi wa inna ilaihi roojiuun.

Perlu dikaji secara serius oleh para pemimpin negara, apakah pemindahan dan pembangunan ibukota baru itu prioritas dengan tingkat urgensi tinggi?

Jika semua manut tanpa pertimbangan matang, maka Presiden dan para pemimpin negara itu memang bacaannya cuma komik. Kelas komik.

Maaf ya Pak.

M Rizal Fadillah
Pemerhati Politik
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita