Diburu! Harun Masiku hingga Nurhadi DPO KPK di Awal 2020

Diburu! Harun Masiku hingga Nurhadi DPO KPK di Awal 2020

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan sejumlah daftar pencarian orang (DPO) sepanjang Januari hingga Februari 2020. Buronan itu kini terus dikejar jejaknya.

Teranyar, penyidik KPK menetapkan tersangka kasus suap-gratifikasi Rp 46 miliar eks Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung (MA) Nurhadi menjadi buronan. Selain Nurhadi, KPK menetapkan menantu Nurhadi, Riezky Herbiyono, dan Hiendra Soenjoto sebagai DPO. Mereka dinilai tidak menunjukkan iktikad baik untuk memenuhi panggilan KPK, padahal sudah dipanggil dengan patut.

Kini, keberadaan buronan-buronan itu terus dilacak KPK. KPK juga meminta peran masyarakat membantu menemukan para DPO dengan menghubungi call center KPK 198 bila mengetahui keberadaan para DPO.

Berikut daftar buronan KPK

Harun Masiku

Harun sudah berstatus buron KPK berkaitan dengan kasus suap dalam pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR dari PDIP pada 27 Januari 2020. Harun disangkakan memberikan suap kepada Wahyu Setiawan saat aktif sebagai Komisioner KPU.

Harun dan Wahyu Setiawan ditetapkan sebagai tersangka bersama Agustiani Tio Fridelina, dan Saeful. Wahyu diduga menerima suap untuk memuluskan Harun agar yang bersangkutan dijadikan anggota DPR RI melalui proses pergantian antarwaktu (PAW).

Kita kerja sampai (Harun) ketangkap," kata Firli kepada wartawan di sela acara Sarasehan Antikorupsi Kementerian Perhubungan (Kemenhub) di Kantor Kemenhub, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (13/2/2020).

Jejak Harun terus diburu KPK. Foto Harun Masiku sebagai DPO juga dipasang di situs resmi KPK. KPK mengaku sudah mencari ke Sulawesi dan Sumatera, tapi Harun belum ketemu.

Tidak hanya KPK, Polri membantu mengejar Harun Masiku ke sejumlah tempat. Namun, keberadaan Harun tidak jua terlacak setelah hampir sebulan lebih. "Ya tentunya kan di rumahnya kita cari tidak ada, di tempat-tempat lain yang sering jadi tempat nongkrong tidak ada, dan semua, di tempat saudaranya tidak ada," kata Argo di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Selasa (11/2/2020). Jajaran Polda dan Polres di wilayah masih terus melakukan pencarian dan akan terus melaporkan perkembangannya.

Nurhadi

KPK memasukkan tersangka kasus suap-gratifikasi Rp 46 miliar, Nurhadi, ke daftar pencarian orang (DPO).

Nurhadi awalnya ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap berkaitan dengan pengurusan perkara perdata di MA. Selain urusan suap, Nurhadi disangkakan KPK menerima gratifikasi berkaitan dengan penanganan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK (peninjauan kembali) di MA. Penerimaan gratifikasi itu tidak dilaporkan KPK dalam jangka 30 hari kerja. "Sehingga, secara keseluruhan diduga NHD (Nurhadi) melalui RHE (Rezky Herbiyono) telah menerima janji dalam bentuk 9 lembar cek dari PT MIT serta suap/gratifikasi dengan total Rp 46 miliar," kata Saut.


Nurhadi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Selanjutnya, Nurhadi ditetapkan sebagai buronan setelah dua kali mangkir memenuhi panggilan KPK sebagai tersangka. KPK menilai Nurhadi tidak menunjukkan iktikad baik untuk memenuhi panggilan KPK, padahal sudah dipanggil dengan patut.

Sementara Nurhadi berdalih tidak menampakkan batang hidungnya di Gedung Merah Putih karena tidak menerima surat panggilan. "Kalau informasi yang saya terima kemarin, dia tidak tahu ada panggilan," kata pengacara Nurhadi, Maqdir Ismail saat dihubungi detikcom, Selasa (28/1/2020). Bila tidak dapat surat panggilan, ke manakah surat dilayangkan? Padahal, rumah Nurhadi di tengah kota Jakarta. Tepatnya di Jalan Hang Lekir, hanya sepelemparan batu dari Senayan.

Riezky Herbiyono

Selain Nurhadi, penyidik KPK menetapkan Riezky Herbiyono sebagai DPO. Riezky Herbiyono merupakan menantu Nurhadi.

Rezky Herbiyono sudah berstatus tersangka dalam kasus ini. Setali tiga uang dengan Nurhadi, Rezky tidak menunjukkan iktikad baik untuk memenuhi panggilan KPK, padahal sudah dipanggil dengan patut.

Rezky disangkakan KPK menerima gratifikasi berkaitan dengan penanganan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK (peninjauan kembali) di MA. Penerimaan gratifikasi itu tidak dilaporkan KPK dalam jangka 30 hari kerja. Total uang yang diduga diterima Nurhadi cs sekitar Rp 46 miliar.

Rezky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Hiendra Soenjoto

Tidak hanya Nurhadi dan Rezky, Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) Hiendra Soenjoto yang memberi suap terhadap Nurhadi juga menjadi buronan KPK.

Hiendra suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Awalnya pada tahun 2010 PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) menggugat perdata PT Kawasan Berikat Nusantara (PT KBN). Untuk mengurus perkara itu PT MIT melalui direkturnya yang bernama Hiendra Soenjoto memberikan cek sebanyak 9 lembar pada Rezky agar mengurus 2 perkara yaitu:
- Peninjauan Kembali atas atas putusan Kasasi Nomor 2570 K/Pdt/2012 antara PT MIT dan PT KBN; dan
- Proses hukum dan pelaksanaan eksekusi lahan PT MIT di lokasi milik PT KBN oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar dapat ditangguhkan.

Untuk membiayai pengurusan perkara itu, Rezky menjaminkan 8 dari 9 lembar cek dari PT MIT dan 3 lembar cek miliknya sendiri. Uang jaminan atas 11 lembar cek itu senilai Rp 14 miliar. "Akan tetapi, kemudian PT. MTI kalah dan karena pengurusan perkara tersebut gagal maka tersangka HS (Hiendra Soenjoto) meminta kembali 9 lembar cek yang pernah diberikan tersebut," ucap Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (16/12/2019).

Selain itu pada tahun 2015, ada perkara lain yaitu gugatan perdata terhadap Hiendra atas kepemilikan saham PT MIT. Perkara ini dimenangkan Hiendra hingga tingkat banding. Perkara ini rupanya turut diurus Nurhadi melalui Rezky dan diduga ada pemberian uang sejumlah total Rp 33,1 miliar.

KPK rupanya juga mengusut penerimaan gratifikasi yang diduga dilakukan Nurhadi melalui Rezky pada kurun Oktober 2014-Agustus 2016. Total penerimaan gratifikasi sekitar Rp 12,9 miliar terkait dengan penanganan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA dan permohonan perwalian. "Penerimaan-penerimaan tersebut, tidak pernah dilaporkan oleh NHD kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan gratifikasi sehingga, secara keseluruhan diduga NHD melalui RHE telah menerima janji dalam bentuk 9 lembar cek dari PT MTI serta suap/gratifikasi dengan total Rp 46 miliar," kata Saut.(dtk)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita