Brasil Ingin Para Remaja Tak Berhubungan Sekz, tapi Terbentur Agama dan Pantangan

Brasil Ingin Para Remaja Tak Berhubungan Sekz, tapi Terbentur Agama dan Pantangan

Gelora News
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO - Pemerintah Brasil, negara dengan tingkat kehamilan remaja paling tinggi di Amerika Selatan, berusaha menyampaikan pesan baru: berhentilah, renungkan, nikmati masa remaja Anda -dan jangan hamil.

Ini adalah pendekatan baru, suatu pendekatan yang mereka harap akan menurunkan tingkat kehamilan remaja.

Kampanye ini disebut "Masa remaja dulu, kehamilan kemudian".

Kampanye ini dijalankan oleh kementerian kesehatan bersama dengan kementerian perempuan, keluarga dan hak asasi manusia. Mereka menargetkan audiens mereka di media sosial menggunakan tagar #tudonoseutempo (semuanya dalam waktu yang baik).

"Itu tidak datang dari momen kegilaan yang dialami menteri fundamentalis," kata Damares Alves, menteri untuk perempuan, keluarga dan hak asasi manusia yang juga seorang pendeta evangelis.

"Itu sudah melalui pembahasan selama setahun karena kami ingin menurunkan angka tersebut. Kami berani mengatakan bahwa kami akan membahas tentang menunda waktu awal hubungan seks."

Bagi Brasil yang mengalami peningkatan penganut evangelis, ini adalah kabar baik.

Seorang remaja berusia 15 tahun, Isabela Brito, adalah bagian dari kelompok remaja Gereja Paz di Tatuape, sebuah distrik di Sao Paulo.

"Ketika Anda menjalani hubungan (seks) sebelum menikah, itu akan membawa beberapa konsekuensi seperti kehamilan dan penyakit," ujarnya, seperti dilaporkan BBC.

"Jadi saya berpikir bahwa menunda momen itu hingga Anda menikah, ketika itu berarti sangat penting."

Meskipun para menteri tidak menggunakan kata "pantangan" ketika meluncurkan kampanye, salah satu organisasi yang dikonsultasikan oleh Alves adalah Eu Escolhi Esperar (saya memutuskan untuk menunggu), sebuah kelompok yang melakukan pantangan hamil sebelum menikah, yang diinisiasi oleh pendeta evangelis Nelson Junior.

Nelson Junior menjelaskan, Alves berbicara kepadanya tentang mencoba membawa organisasi serupa dari Amerika Serikat (AS) tetapi tidak pernah berhasil. Sekarang, sebagai pendeta, dia melihat kesempatannya dan pendeta evangelis tidak bisa lebih bahagia.

"Kenapa tidak menyuruh orang menunggu?" tanyanya.

"Itu logis, bukan ideologis atau religius. Satu hal yang perlu kita atasi di sini di Brasil adalah debat baru ini bahwa segala sesuatu yang berasal dari agama itu buruk."

Danie Sampaio adalah seorang aktivis perempuan yang mendampingi remaja perempuan yang tinggal di wilayah kumuh Sao Paulo. Dia merasa bahwa agama adalah satu bagian dari masalah.

Dia memperkenalkan perempuan berusia 20 tahun, Vitoria Maria de Oliveira, yang tengah hamil 36 minggu.

"Saya mulai berhubungan seks pada usia 15 tahun," kata dia kepada BBC.

Vitoria menjelaskan bahwa dia tidak mendapatkan pendidikan seksual sampai usianya 16 atau 17 tahun.

Keluarganya tidak suka membicarakan tentang seks.

Ketika dia mendapati bahwa dirinya hamil, Vitoria sangat terkejut.

Dia mulai menganggap bahwa pantangan hamil adalah ide yang bijak -namun dia menyebut diberitahu cara menghindari kehamilan akan lebih bermanfaat baginya.

Dia tidak mau mempertimbangkan aborsi dan tidak mau menggunakan kondom.

"Mereka monster," tuturnya, menambahkan bahwa sedikit remaja mau menggunakan alat kontrasepsi itu.

Dia bahkan mengungkapkan, gadis-gadis kadang-kadang berpikir pasangan mereka bersikap lancang jika mereka membawa kondom dan itu bisa memulai pertengkaran.

"Kita perlu berbicara lebih banyak dengan para perempuan untuk membicarakan hal-hal tabu dan keyakinan yang membatasi perempuan, keyakinan yang hanya diturunkan oleh mereka dari ibu dan nenek mereka," ujar Danie Sampaio.

Menurut Sampaio, kultur maskulin dan hiper-seksualitas perempuan Brasil adalah kendala terbesar untuk menurunkan angka kehamilan remaja.

"Pantangan bukan jalannya, tapi informasi: memahami tubuh Anda dan berkata 'tidak'."

Pemerintah menyatakan akan melanjutkan memberi informasi alat kontrasepsi, mendorong para remaja berbicara dengan keluarga dan mencari nasihat medis. Namun para pengkritik mengatakan ada banyak hal lain yang perlu dilakukan untuk memperbaiki pendidikan seksual di sekolah.

Direktur editorial Azmina, Helena Bertho, sebuah majalah perempuan di Brasil, adalah salah satu pengkritik kebijakan pemerintah.

"Semestinya fokusnya lebih pada bagaimana membuat pendidikan seksual menjadi lebih baik, namun itu berjalan ke arah lain," ujarnya.

"Mereka (pemerintah) tidak akan melakukan keduanya (pantangan dan pendidikan seksual) karena melakukan keduanya berarti membuat pendidikan seksual lebih baik. Pantangan adalah sesuatu yang Anda percayai. Anda semestinya tidak menjalankan kampanye untuk tidak melakukan hubungan seks untuk anak-anak muda, Anda semestinya mendidik mereka bahwa itu adalah salah satu pilihan."(*)

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA