AS: Rusia Luncurkan Teori Konspirasi Pemicu Ketakutan, Tuduh Virus Korona Senjata Biologis Buatan Amerika

AS: Rusia Luncurkan Teori Konspirasi Pemicu Ketakutan, Tuduh Virus Korona Senjata Biologis Buatan Amerika

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Ribuan akun media sosial terkait Rusia meluncurkan upaya terkoordinasi untuk menyebarkan kekhawatiran tentang virus korona baru. Menurut pejabat Amerika Serikat (AS), hal itu mengganggu upaya global memerangi wabah korona.

Kampanye disinformasi itu menyebarkan teori konspirasi tidak berdasar bahwa AS berada di belakang wabah COVID-19, dalam upaya nyata merusak citra AS di seluruh dunia dengan memanfaatkan masalah kesehatan.

Pejabat Departemen Luar Negeri AS, yang bertugas memerangi disinformasi Rusia, mengatakan kepada AFP bahwa persona palsu sedang digunakan di Twitter, Facebook, dan Instagram untuk memajukan Rusia dalam berbagai bahasa.

"Rusia bermaksud menabur perselisihan dan melemahkan institusi dan aliansi AS dari dalam, termasuk melalui kampanye pengaruh fitnah dan paksaan," kata Philip Reeker, penjabat Asisten Sekretaris Negara untuk Eropa dan Eurasia, seperti dilaporkan AFP, Minggu (22/2/2020).

"Dengan menyebarkan disinformasi tentang virus korona, aktor jahat Rusia sekali lagi memilih mengancam keselamatan publik dengan mengalihkan perhatian dari respons kesehatan global," katanya.

Klaim-klaim yang beredar dalam beberapa pekan terakhir termasuk tuduhan virus itu adalah upaya AS mengobarkan perang ekonomi terhadap China.

"Itu adalah senjata biologis yang diproduksi oleh CIA atau bagian dari upaya yang dipimpin Barat mendorong pesan anti-China."

Orang-orang AS termasuk salah satu pendiri Microsoft, Bill Gates, seorang dermawan yang menghabiskan miliaran dolar untuk program kesehatan global, juga dituduh melakukan keterlibatan palsu dalam virus itu.

Kampanye disinformasi diidentifikasi oleh monitor AS pada pertengahan Januari setelah pejabat China mengumumkan kematian ketiga dari virus korona baru di Wuhan, pusat penyebaran wabah.

Lebih dari 2.340 orang meninggal, sebagian besar di China. Jumlah kasus melebihi 76.000 dan virus mencapai sekitar 25 negara.(nw)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita