Sidang Kasus Mutilasi di Malang, Jaksa Disebut Gagal Membuktikan

Sidang Kasus Mutilasi di Malang, Jaksa Disebut Gagal Membuktikan

Gelora Media
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO - Sidang kasus pembunuhan dan mutilasi Mrs X di Pasar Besar Malang dengan terdakwa Sugeng Santoso (49) memunculkan banyak teka-teki. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dinilai belum dapat membuktikan Sugeng sebagai pelaku berdasarkan alat bukti pada surat dakwaan.

Penasehat hukum Sugeng Santoso, Iwan Kuswardi melihat, JPU dengan alat buktinya telah gagal membuktikan dakwaannya selama proses persidangan. Dan Sugeng didakwa telah melakukan tindak pidana Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan dan Pasal 338 KUHP belum terbuktikan.

"Jaksa telah gagal membuktikan Pasal 340 dan 338 KUHP yang didakwakan terhadap Sugeng. Karena delik materiilnya sama sekali tidak didukung alat bukti. Bahwa pembunuhan ini adalah mengenai pasal delik materiil. Di mana akibat yang ditimbulkan harus dibuktikan. Akibatnya kan mati, sebabnya apa?," ujar Iwan saat berbincang dengan detikcom, Rabu (15/1/2020).

Lantas di mana kegagalan yang dimaksud? Ketua LBH Peradi Malang Raya ini membeberkan, sesuai surat dakwaan, alat bukti yang disodorkan JPU yakni 12 keterangan saksi, dua saksi ahli, beserta dua surat dari ahli forensik dan ahli psikologi.

Jika mengacu pada keterangan 12 saksi di muka persidangan, lanjut Iwan, tak satupun saksi yang mampu menjelaskan secara terang bagaimana peran Sugeng dalam menghilangkan nyawa korban. "Semuanya hanya tahu ada penemuan potongan badan. Siapa yang melakukan tidak ada yang mengetahuinya. Sementara keterangan ahli justru mendukung Sugeng bukan pelakunya," bebernya.

Dia juga menjelaskan bagaimana hasil visum et repertum nomor 19.143/V yang dikeluarkan RS dr Saiful Anwar Kota Malang. Yang menerangkan secara gamblang bahwa pemotongan anggota tubuh dilakukan pada saat korban telah meninggal dunia.

"Visum menjelaskan gamblang, korban dipotong setelah meninggal dunia. Ada perbedaan, dipotong pada saat itu dan dipotong setelah mati. Sementara untuk penyebab kematian oleh visum diterangkan tidak ditemukan penyebabnya. Serta tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan, hanya ada pembusukan lanjut," jelasnya.

Berdasarkan hal itu, dia berani menyebut bahwa penyidik kurang berhati-hati dalam menetapkan Sugeng sebagai tersangka. Karena dua alat bukti permulaan pada waktu itu tidak terpenuhi.

"Kami bisa bilang penyidik sembrono dalam menetapkan Sugeng sebagai tersangka. Karena apa? dua alat bukti permulaan untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka belum cukup terpenuhi. Sesuai yang diterangkan polisi, penetapan Sugeng sebagai tersangka berdasarkan dua alat bukti yakni keterangan saksi bernama Slamet yang kesemuanya dibantah oleh Sugeng dan keterangan saksi ahli psikologi di mana menyatakan Sugeng suka berbohong," terang Iwan.

Ia menambahkan, selama persidangan juga belum mengungkap dengan pasti kapan peristiwa pidana itu terjadi. Sugeng dalam keterangannya menyebutkan, awal mengenal korban yakni satu hari sebelum puasa Ramadhan atau 5 Mei 2019.

"Kapan kejadiannya masih belum jelas terungkap, Sugeng mengatakan kenal satu hari sebelum puasa (Ramadan) atau di 5 Mei 2019 dan meninggal pukul 5 sore dan baru dipukul setengah 2 dini hari atau pada 6 Mei 2019 tubuh korban dipotong," tambah Iwan.

"Sementara dalam dakwaan peristiwa pidana disebutkan pada 7 Mei 2019, cukup mengejutkan lagi jika melihat hasil visum et repertum menjelaskan bahwa kematian korban terjadi pada rentan waktu 9-11 Mei 2019," sambungnya.

Sidang perkara Sugeng digelar di Pengadilan Negeri Malang dua kali dalam satu pekan. Jadwal persidangan seringkali molor karena padatnya agenda. Penasihat hukum menyebut, dua pekan lagi Sugeng akan menghadapi tuntutan dari JPU.[dtk]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA